Book Review : Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra by Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Assalamualaikum... Banyak orang yang menganggap filsafat itu sukar. Buku-bukunya pun sukar dibaca, dan lebih sukar lagi untuk dimenger...

Assalamualaikum...

Banyak orang yang menganggap filsafat itu sukar. Buku-bukunya pun sukar dibaca, dan lebih sukar lagi untuk dimengerti. Apalagi jika mereka membacanya karena “diwajibkan”. Misalnya karena filsafat merupakan mata kuliah wajib, bukan karena berminat.

Benarkah buku-buku (teks) filsafat sukar dimengerti? Banyak benarnya, memang terutama karena bahasanya biasanya berfilsafat juga, yaitu berbelit-belit. Mungkin pengarangnya merasa tidak “afdol” jika bahasanya gamblang, kalimat-kalimat sederhana, tidak beranak kalimat dan “bercucu” kalimat. Takut dianggap tidak ilmiah?

Dalam hal itu, jelas buku ini berbeda. Ternyata masalah yang dianggap rumit itu bisa “dibongkar” dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan kalimat-kalimat yang pendek-banyak yang jumlah katanya kurang dari sepuluh!


Jadi, cocok benar jika buku ini ditujukan kepada pemula. Artinya, kepada mereka yang baru belajar filsafat. Juga cocok bagi siapa saja yang ingin tahu filsafat secara umum.

Buku ini berisi pertarungan antara “golongan akal” dan “golongan (suara) hati”. Tentu saja dilengkapi dengan tokoh-tokohnya sejak orang yang dianggap sebagai filosof pertama. Juga latar belakang yang mendasari filsafat mereka. Ketika golongan akal menang, manusia kacau. Ketika golongan (suara) hati menang, manusia bingung. Jadi, harus bagaimana?

Penulis buku ini, Prof. Dr. Ahmad Tafsir, dosen filsafat di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dan beberapa perguruan tinggi swasta, turut menyumbangkan komentarnya. Hal itu memudahkan lagi pemahaman buku ini.

Identitas Buku
Judul
Filsafat Umum – Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra
(Edisi Revisi - Cetakan ke-13, tahun 20014)
PenulisProf.Dr.Ahmad Tafsir
Bahasa : Indonesia
Editor : Tjun Surjaman
Desainer Sampul : Haryanto
Penerbit : PT Remaja Rosdakarya
Diterbitkan Pertama Kali : 1990
ISBN : 979-514-054-X
Jumlah Halaman : viii + 276

Buku setebal 276 halaman ini terdiri dari 8 bab, yang masing-masing materi pada setiap bab nya akan saya ringkas berikut ini.

Bab I 
Pendahuluan
Sistem yang diajukan dalam buku ini ialah : manusia ideal ialah manusia yang utuh, yaitu manusia yang menggunakan indera akal, dan hatinya secara seimbang, manusia yang jalan hidupnya ditentukan oleh pertimbangan indera, akal dan hatinya secara seimbang, sekaligus dan menyeluruh. Antara indera, akal dan hati tidaklah terdapat persengketaan ; mereka masing-masing mempunyai daerah, paradigma, metode, ukuran sendiri-sendiri ; mereka saling melengkapi.

Bab II 
Pengantar Kepada Filsafat
Keadaan dunia yang begini ini ada yang mewarnainya. Kekuatan yang mewarnai itu yang pertama adalah Agama dan yang kedua adalah Filsafat.

Pengertian Agama
Dari sekian banyak definisi, definisi agama dapat dibagi menjadi dua kelompok. Yang pertama adalah definisi yang menekankan rasa iman atau segi kepercayaan, yang ke dua menekankan agama sebagai peraturan tentang cara hidup. Kombinasi kedua-duanya mungkin merupakan definisi yang lebih memadai tentang agama. Agama ialah sistem kepercayaan dan praktik yang sesuai dengan kepercayaan tersebut. Dapat jugaberarti sebagai peraturan tentang tata cara hidup, lahir-batin.

Pengertian Filsafat
Poedjawijatna  (1974:1) menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata arab yang berhubungan erat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memng dari kata Yunani. Kata Yunaninya ialah philosophia. Dalam bahasa Yunani, kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philo dan sophia. Philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu, sedangkan sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam.

Poedjawijatna (1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusahamencari sebab sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. 

Hasbullah Bakrie (1971:11) mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli dan bagi Aristoteles, filsafat adalah pengetahuan yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan bagi Al farabi filsafat adalah pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.

Hal-Hal Mendorong Timbulnya Filsafat
Beerling (1966:8) mengatakan bahwa orang Yunani yang mula-mula sekali berfilsafat dibarat mengatakan bahwa filsafat timbul karena ketakjuban. Ketakjuban menyaksikan keindahan dan kerahasiaan alam semesta ini lantas menimbulkan keinginan mengetahuinya. 

Plato mengatakan bahwa filsafat itu dimulai dari ketakjuban. Sikap heran atau takjub itu akan lahir dalam bentuk bertanya.Pertanyaan itu memerlukan jawaban. Bila pemikir menemukan jawaban, jawaban itu dipertanyakan lagi karena ia selalu sangsi pada kebenaran yang ditemukannya. 

Patrick (Mulder, 1966:44-5) mengatakan, manakala keheranan menajadi serius dan penyelidikan menjadi sistematis, mereka menjadi filosof. 

Sartre (Beerling,1966:8) mengatakan bahwa kesadaran pada manusia ialah bertanya yang sebenar-benarnya. Pada bertanya itulah manusia berada dalam kesadarannya yang sebenar-benarnya.

Macam-macam Pengetahuan Manusia
Pengetahuan ialah segala sesuatu yang diketahui. Ada 3 jenis pengetahuan, yaitu :
  1. Pengetahuan sains.
    Pengetahuan sains harus berdasarkan logika. Pengetahuan sains ialah pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti yang empiris. Namun, pada dasarnya pengetahuan sains tetaplah suatu pengetahuan yang berdasarkan bukti nyata.
  2. Pengetahuan filsafat.
    Kebenarannya hanya dipertanggungjawabkan secara logis, tidak secara empiris. Paradigmanya logis, metodenya pikir.
  3. Pengetahuan yang ketiga merupakan bagian yang tidak dapat lagi dijangkau dengan menggunakan akal logis. Apalagi dengan indera empiris. Bagian ini masih mungkin diketahui dengan menggunakan rasa. 
    Bergson mengatakan rasa itu intuisi. Kant mengatakan rasa itu moral. Orang-orang  sufi dalam Islam menyebutnya dzauq, qalb, kadang-kadang dlamir. Pengetahuan jenis ini memang aneh. Paradigmanya disebut paradigma mistis, metodenya disebut metode latihan. Pengetahuan ini disebut dengan pengetahuan mistik, yaitu sejenis pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, tidak juga secara logis. Orang-orang syi’ah menyebutnya dengan nama pengetahuan ‘irfan dari kata inilah istilah ma’rifah itu diambil.
Faedah Mempelajari Filsafat
Sekurang-kurangnya ada 4 faedah (manfaat) mempelajari filsafat, yaitu :
  1. Agar terlatih menjadi serius, mampu memahami filsafat, 
  2. Agar mungkin menjadi filosof, dan 
  3. Agar menjadi warga negara yang baik.Orang yang mempelajari filsafat, apalagi telah mampu berpikir serius, akan mudah menjadi warga negara yang baik. Karena rahasia negara terletak pada filsafat negara itu. Filsafat negara ditaksonomi ke dalam undang-undang negara.Undang-undang itulah yang mengatur warga negara. Memahami isi filsafat negara dapat dilakukan dengan mudah oleh orang yang telah biasa belajar filsafat.
Cara Mempelajari Filsafat
Ada 3 metode mempelajari filsafat, yaitu menggunakan metode :
  1. Sistematis.
    Pelajar menghadapi karya filsafat. Mula-mula pelajar menghadapi teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang lain. Kemudian mempelajari teori nilai atau filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat. Ketika mempelajari setiap cabang atau sub cabanng itu, aliran-aliran akan terbahas. Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatian kita akan terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun periode.
  2. Historis
    Mempelajari filsafat dengan mengikuti sejarahnya, jadi sejarah pemikiran. Ini dapat dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misalnya dimulai dengan membicarakan filsafat Thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
  3. Kritis
    Metode ini biasanya digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pelajar harus sedikit banyak mengetahui pengetahuan tentang filsafat, langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian mengajukan kritiknya. Kritik itu mungkin dalam bentuk menentang, dapat berupa dukungan tentang filsafat yang tengah dipelajari. Orang mungkin mengkritikya dengan pendapat sendiri maupun dengan pendapat filosof lain. Jadi, jelas pengetahuan ala kadarnya, ketika memulai belajar filsafat/pelajaran metode ini amatlah.
Objek Penelitian Filsafat
Objek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan mungkin ada. Objek yang diselidiki filsafat ini disebut objek materia. Objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. 

Pertama, sains menyelidiki objek materia yang empiris, filsafat menyelidiki objek itu juga tetapi bukan bagian yang empiris, melainkan bagian yang abstraknya. 

Kedua, ada objek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yakni objek materi yang selama-lamanya tidak empiris. 

Selain objek materia ada pula objek formaya itu sifat penyelidikan. Objek forma ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yag tidak empiris.

Sistematika Filsafat
Perlu diulang lagi bahwa dalam garis besar filsafat mempunyai 3 cabang besar, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai.
  1. Teori pengetahuan pada dasarnya membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan (epistomologi).
  2. Teori hakikat membahas semua objek, dan hasilnya ialah pengetahuan filsafat (ontologi).
  3. Teori nilai, membicarakan guna pengetahuan tadi (aksiologi) 
Epistimologi
Epistimologi membicarakan pengetahuan dan cara memperoleh pengetahuan. Disebut juga sebagai filsafat pengetahuan. Istilah ini pertama kali muncul dan digunakan oleh J.F.Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94). Pengetahuan diperoleh manusia dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang mebicarakan tentang ini.
  • Empirisme
    Berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari empeiria yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.
  • Rasionalisme
    Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh  dan diukur dengan akal. Manusia menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melaui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini ialah Rene Descartes(1596-1650). Akan tetapi sesungguhnya paham seperti ini sudah ada jauh sebelum itu. Orang-orang Yunani kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada aristoteles.
  • Positivisme
    Tokoh aliran ini ialah August Compte (1798-1857). Ia penganut empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera dapat dikoreksi lewat eksperimen. Pada dasarnya positivisme bukan aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerjasama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memerlukan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme plus rasionalisme.
  • Intuisionisme Henri Bergson(1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Jadi dalam hal seperti itu manusia tidak mengetahui keseluruhan. Tidak juga dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Akal hanya mampu memahami bagian-bagian dari objek. Kemudian bagian-bagian itu digabungkan oleh akal.
Ontologi
Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara dalam sampai pada hakikatnya. Itulah sebabnya teori ini dinamakan teori hakikat. Ada pula yang menamainya ontologi. Hakikat merupakan kenyataan yang sebenarnya. Kosmologi membicarakan hakikat asal, hakikat turunan, hakikat berada, juga hakikat tujuan kosmos.
  • Matrealisme
    Menurut aliran ini, hakikat benda adalah materi, benda itu sendiri. Rohani, jiwa, spirit, dan sebagainya mucul dari benda. Rohani dan kawan-kawannya tidak akan ada seandainya tidak ada benda.
  • Idealisme
    Aliran ini berpendapat sebaliknya. Hakikat benda adalah rohani, spirit, atau sejenisnya.Alasannya:
    a. Nilai roh lebih tinggi dari pada badan
    b. Manusia lebih dapat memahai dirinya dari pada dunia luar dirinya
    c. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang; benda tidak ada, yang ada itu energi saja (Oswald)
  • DualismeYang merupakan hakikat pada benda itu ada dua , yakni materi dan imaterial, benda dan roh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari roh, dan roh bukan muncul dari benda. Pemikiran orang idealis menyatakan bahwa hakikat adalah roh. Paham ini akan berujung padaTuhan, surga, dan neraka.
    a. Theodichea membicarakan Tuhan dari segi pikiran. Apa tuhan itu ada, apa buktinya, apa sifatnya, dll.
    b. Teisme merupakan paham yang menyatakan bahwa tuhan itu ada.
    c. Monoteisme mengajarkan bahwa tuhan itu esa.
    d. Trinitisme mengajarkan bahwa tuhan itu satu tapi beroknum tiga.
    e. Politeisme adalah paham yang mengajarkan bahwa tuhan itu banyak.
    f. Panteisme mengajarkan bahwa antara alam dan tuhan tidak ada jarak.
    g. Panenteisme mengajarkan bahwa tuhan adalah kesadaran jagat raya.
    h. Ateisme merupakan isme yang mengajarkan bahwa tuhan itu tidak ada.
    i. Agnostisisme merupakan paham ketuhanan yang terletak antara teisme dan ateisme.
Logika merupakan cabang filsafat yang dikembangkan oleh Aristoteles. Logika membicarakan norma-norma berpikir benar agar diperoleh dan terbentuk pengetahuan yang benar. Ada dua macam logika yaitu logika formal dan logika material.

Logika formal merupakan logika yang memberikan norma berpikir benar dari segi bentuk berpikir. Logika formal adalah logika bentuk. Logikanya ialah agar diperoleh pengetahuan yang benar, maka bentuk berpikirnya pun harus benar. Benar atau salah isinya, dibicarakan oleh logika material.

Dalam logika,dikenal perbedaan antara kesimpulan yang tepat dan kesimpulan yang benar. Kesimpulan yang tepat diperoleh bila bentuk berpikirnya benar. Kesimpulan yang benar berasal dari penyelidikan terhadap isi kesimpulan itu.
- Contoh bentuknya benar (tepat) dan isinya benar:
Setiap manusiaakan mati. Muhammad adalah manusia. Jadi, Muhammad akan mati.

- Contoh bentuknya tepat tapi isinya tidak benar:
Manusia adalah sejenis hewan. Kuda adalah salah satu jenis hewan, jadi kuda sama dengan manusia.

Suatu kesimpulan dikatakan benar bila isi kesimpulan itu sesuai dengan objeknya. Sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk mengetahui kesesuaian itulah tugas logika material. Dalam garis besarnya, logika formal membicarakan masalah pengertian, putusan dan penuturan.

Pengertian merupakan gambaran di dalam jiwa tentang objek yang telah diabtraksikan. Cara membentuk pengertian ialah dengan membuat gambaran dalam jiwa kita tentang objek itu dengan membuang seluruh ciri aksidensinya. Bila kita buang ciri aksidensinya maka yang tersisa ialah ciri esensinya. Ciri esensi merupakan ciri yang menunjukkan bahwa ia adalah ia, dan merupakan ciri yang tidak boleh tidak adapada objek. Ciri aksidensi adalah ciri pelengkap , sifat yang melekat pada esensi objek.

Selanjutnya tugas logika adalah membentuk pengertian itu menjadi definisi. Definisi ialah penyebutan ciri esensi suatu objek. Bakry dan Mehra menjelaskan jika definisi ialah pengertian yang lengkap tentang suatu istilah yang mencakup semua unsur yang menjadi ciri utama istilah itu. Ada 4 syarat definisi:
1. Ciri esensi yang disebut tidak boleh berlebihan dan tidak boleh kurang
2. Tidak memakai kata yang berulang-ulang
3. Tidak memakai perkataan yang terlalu umum
4. Tidak memakai kata negatif

Tahap-tahap dalam logika disebut memutuskan dan hasilnya disebut putusan. Kegiatan memutuskan harus mempertimbangkan hal berikut:
1. Menguasai struktur kalimat
2. Menyadari mana esensi dan aksidensi
3. Mengetahui mana esensi dan mana aksidensi yang telah menjadi aksidensi untuk objek yang lebih khusus.
4. Memahami pola putusan

Penuturan ialah putusan baru yang dibentuk dari putusan-putusan yang telah ada. Kegiatan putusan baru tersebut disebut menuturkan. Jadi urutannya ialah pengertian,putusan, putusan baru.

Etika merupakan teori tentang nilai baik dan buruk. Sedangkan estetika merupakan nilai keindahan.

Aksiologi
Filsafat sebagai kumpulan teori filsafat digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Filsafat sebagai philosophie of life merupakan suatu kondisi ketika filsafat dijadikan sebagai pandangan hidup. Yang amat penting ialah, filsafat sebagai methodology dalam memecahkan masalah. Sesuai dengan sifat filsafat, ia memecahkan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian masalah secara mendalam maksudnya menyelesaikan masalah dengan mencari penyebabnya sebagai langkah awal. Universal artinya melihat masalah dalam hubungan seluas-luasnya.

Khulasah
Pengantar kepada filsafat yang ringkas ini bermaksud menjelaskan apa filsafat itu, apa objek yang ditelitinya, bagaimana cara penelitiannya, dan apa saja sistematikanya. Lalu diperkenalkan juga isme-isme dalam filsafat.

Bab III 
Akal dan Hati Pada Zaman Yunani Kuno
Ciri-ciri umum filsafat Yunani adalah rasionalisme. Rasionalisme mencapai puncaknya padaorang-orang sofis. Untuk melihat rasionalisme sofis perlu dipahami lebih dulu latar belakangnya. Latar belakang itu terletak pada pemikiran filsafat yang ada sebelumnya, yaitu pemikiran-pemikiran Tahles, Anaximander, Heraclitus, Permanidus, Zeno, Protagoras, Gorgias, Socrates, Plato dan Aristoteles

Thales
Digelari bapak filsafat karena ialah orang yang pertama kali berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang mendasar yang jarang diperhatikan orang jaman sekarang. “Apa sebenarnya bahan alam semesta ini?”. Terlepas dari apapun jawabannya, pertanyaan ini saja sudah bisa mengangkatnya menjadi filosof pertama. Ia sendiri menganggap air sebagai bahan alam semesta karena air sangat diperlukan dalam kehidupan. Dan menurut pendapatnya, bumi ini terapung di atasair. Bahkan jawabannya sendiri tidak lebih berbobot dibandingkan pertanyaannya.Pertanyaannya pun ia jawab menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau kepercayaan lainnya. Di sini akal mulai digunakan, lepas dari keyakinan.

Anaximander
Ia mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya. Anaximenes mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, begitulah alasannya.

Heraclitus
Paham relativisme semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus menyatakan “kamu tidak dapat terjun ke sungai dua kali karena air sungai itu selalu mengalir”. Menurutnya, alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Sesuatu yang dingin menjadi panas, dan yang panas menjadi dingin. Implikasi pernyataan ini amat hebat. Pernyataaan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah,tidak tetap. Hari ini 2+2 =4 besok  bisa saja bukan empat. Pandangan ini merupakan warna dasar filsafat sofisme.

Paramanides
Paramanides yang lahir kira-kira tahun 450 SM dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah filsafat. Bahkan disebut filosof pertama dalam pengertian modern. 

Ia bertanya: “apa standar kebenaran dan apa ukuran realitas?” bagaimana hal itu dapat dipahami?” 

Ia menjawab:
Ukurannya ialah logika yang konsisten. Perhatikan contoh berikut:
Ada 3 cara berpikir tentang tuhan. (1) ada,  (2) tidak ada, (3) ada dan tidak ada. Yang benar ialah (1) tidak mungkin meyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak ada. Yang (3) pun tidak mungkin karena tidak mungkin tuhan itu ada sekaligus tiak ada. Jadi benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Ukuran kebenaran adalah akal manusia, ukuran kebenaran adalah manusia. 

Protagoras
Ia menyatakan bahwa manusia adalah ikuran kebenaran. Ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat pribadi, akibatnya tidak ada ukuran yang absolut dalam etika,metafisika, maupun agama. Bahkan menurutnya teori-teori matematika juga tidak mempunyai kebenaran yang absolut.

Gorgias
Georgias datang ke Athena 427 SM dari Leontini. Ada tiga proporsi yang diajukan Gorgias. Yang pertama adalah tidak ada yang ada. Maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada,ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal menurutnya tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semeta ini karena kita telah dikungkung oleh dilema subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita yang kita terapkan pada fenomena. Proporsi yang ketiga adalah sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

Socrates
Ia memulai filsafatnya dengan bertolak dari kehidupan sehari-hari. Menurutnya, ada kebijakan objektif yang tidak bergantung kepada saya atau kepada kita hari ini. Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif,  Socrates melakukan metode-metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dilakukan dengan percakapan-percakapan. Ia kemudian menganalisis pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat tentang salah dan tidak salah misalnya. Sering kali percakapan itu berakhir dengan kebingungan, tapi tak jarang dialog itu menghasilkan definisi yang berguna.Metode yang digunakan Socrates biasa disebut dengan dialektika. Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisinya, Socrates bisa membuktikan kepada orang sofis bahwa pengetahuan yang umum itu ada, yaitu definisi itu.

Plato
Menurut Plato, kebenaran umum itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif, tapi pengertian umum itu sudah ada “di sana” di alam idea.

Aristoteles
Bila orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, maka Aristoteles menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. 

Salah satu teori metafisika Aristoteles  yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa form dan matter itu bersatu.  Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap objek terdiri atas form dan matter. Namun ada substansi yang murni form tanpa adanya matter yaitu Tuhan. 

Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan adalah Tuhan sebagai penyebab gerak. Tuhanmenurut aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan (memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona, ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah berharap Tuhan mencintai kita. ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.

Bab IV 
Akal dan Hati Pada Abad Pertengahan
Plotinus (204-270)
Ajaran Plotinus atau Ployinisme erat kaitannya dengan ajaran Plato, yakni menganut realitas idea. Sistem metafisika Plotinus ditandai oleh konsep transendens. Menurut pendapatnya, di dalam pikiran terdapat tiga realitas, yakni the one, the mind, dan the soul.

The one (Yang Esa) adalah Tuhan dalam pandangan Philo, yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika. Ia berada di luar eksistensi, di luar segala nilai. 

The mind merupakan gambaran dari Yang Esa dadi dalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asliobjek-objek.

The soul, teori ini adalah realitas ketiga dalam filsafat Plotinus. Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alamini, soul itu mengandung satu jiwa dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. 

Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek, yang pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional.

Augustinus (354-430)
Alih-alih akal dan pemikiran kritis diambilnya keimanan, alih-alih manusia dan kemampuannya diambil kedaulatanTuhan. Intelektualisme tidak penting dalam sistemnya, yang penting ialah cinta kepada Tuhan (Mayer, 357).

Setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung kesungguhan. Bila orang menganggap bahwa suatu doktrin adalah sebuah kemingkinan, ia harus menganggap bahwa di dalam doktrin itu ada kebenaran. Bila orang ragu bahwa dia hidup, tentu ia benar-benar hidup.

Ia berpendapat bahwa tugas manusia adalah memahamii gejala kenyataan yang selalu berubah. Mengenai penciptan jiwa, penempatannya di dalam badan bukan hasil atau akibat kejatuhannya, melainkan memang kewajaraan atau naturnya jiwa itu bertempat dalam badan jasmani. Jiwa tidak ada tanpa badan, akan tetapi jiwa tidak bergantung pada badan. Jiwa lebih tinggi daripada badan, lebih hakikat daripada badan.

Anselmus(1033-1109)
Ia mendahulukan iman daripada akal. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu sebelum kita mulai berpikir. Dalam membuktikan adanya Tuhan, Anselmus menjelaskan lebih dulu bahwa semua konsep adalah relatif. Karena di dalam makhluk kesempurnaan itu bervariasi, maka kesempurnaan universal haruslah ada. Menurut pendapatnya, makhluk terbatas ini tidaklah menciptakan diriny sendiri, mereka memerlukan pencipta, itu adalah Tuhan. Lebih jauh, semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan, itu menunjukkan adanya kebaikan maha tinggi yang di sana semua makhluk berpartisipasi.

Teori pengetahuan Anselmus menyatakan bahwa pengetahuan dimulai dari penginderaan,lalu terbentuklah pengetahuan akliah, terakhir adalah menangkap kebesaran Tuhan melalui jalur mistik, kebaikan tertinggi bagi manusia ialah perenungan tentang kebesaran Tuhan.

Thomas Aquinas (1225-1274)
Pandangannya tentang pengetahuan dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa Tuhan adalah awal dan akhir segala kebijakan. Secara singkat alam semesta ini dalam pandangan Aquinas dibagi kedalam lima kelas, yakni realitas anorganis, realitas animal, realitas manusia,realitas malaikat, dan realitas Tuhan.

Aquinas berpendapat bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dari tiada, sekaligus, jadi berlawanan dengan teori Darwin. Dalam mencipta itu Tuhan tidak dipengaruhi oleh apapun, karena itu ia tidak memerlukan penciptaan secara evolusi. Menurut Aquinas, alam ini tidak kekal. Sekalipun demikian, menurut pendapatnya akal tidak dapat membuktikan apakah alam ini kekal ataukah tidak kekal.

Bab V 
Akal dan Hati Pada Zaman Modern
Banyak orang yang jengkel oleh dominasi gereja. Rene Decrates jelas bertujuan untuk melepaskan filsafat dari kekangan gereja, terlihat dari argumen Cogito yang terkenal. Setelah itu, banyak bermunculan filsof-filsof yang lain. Akal yang dikekang selama kira-kira 1500tahun itu sekarang berpesta pora merayakan kebebasannya. Akal menang lagi. Akan tetapi, silanya, sofisme Yunani terulang lagi. Sofisme modern, cirinya kebenaran itu relatif. Alasan adanya sofisme, yaitu pertama sesungguhnya tidak ada perbedaan yang esensial antara sofisme dan skeptisisme sekurang-kurangnya dalam akibat pemikiran itu. Kedua, agar lebih mudah mengikuti alur sistem yang dikemukakan dalam tulisan in, terutama sejak Thales hingga Capra.

Sofisme pertama ialah suasana pemikiran yang dihadapi oleh Socrates. Tokoh-tokoh utamanya ialah Parmanides dan Gorgias. Sofisme kedua atau sofisme modern ialah suasana pemikiran yang dihadapi oleh Kant.

Renaissance
Merupakan istilah Prancis. Dalam bahasa latin, re-nasvi berarti lahir kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarahwan untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia, sepanjang abad 15  dan 16. Mula-mula istilah ini digunakan oleh sejarahwan terkenal, Michelet, dan dikembangkan oleh J. Burckhardi (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia,sebagai periode yang dilawankan dengan periode pertengahan. Ciri utama dari renaissance ialah humanisme, individualisme, lepas dari agama(tidak mau diatur oleh agam), empirisme dan rasionalisme.

Rasionalisme
Pada bagian ini dibicarakakn pemikiran pokok Descartes, Spinoza, dan Leibnis. Merupakan tokoh besar dalam filsafat rasionalisme. Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memproleh dan mengetes pengetahuan. Jika empiris memengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris,maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis (logika).

Rasionalisme ada dua macam, yaitu rasionalisme dalam bidang agama dan rasionalisme dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan unuk mengkritik ajaran agama, sedangkan dalam bidang filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.

Idealisme objektif
Idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam ketergantungannya pada jiwadan spirit. Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Plato sring disebut sebagai seorang idealis sekalipun ideanya tidak khusus (spesifik) mental, tetapi lebih merupakan objek universal.

Idealisme Theist
Pascal.
Ada dua cara memperoleh pengetahuan menurut Pascal, pertama dengan menggunakan akal, da yang kedua dengan menggunakan hati.

Immanuel Kant
Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Menurut Kant, semua planet sudah atau akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari akan mempunyai masa berkembang lebih panjang, barangkali dihuni oleh spesies yang lebih cerdas dibandingkan dengan penghuni kita ini. 

Penemuan Kant yang penting ialah bahwa dunia luar itu kita ketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa bukan sekadar tabula rasa,jiwa itu alat yang positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang masuk.

Empirisisme
Empirisisme adalah suatu dktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.

Pragmatisme
Pragmatisme merupakan realitas sebagaimana yang kita ketahui. Sebenarnya istilah pragmatise lebih banya kberarti sebagai metode untuk memperjelas suatu konsep ketimbang sebagai suatu doktrin kefilsafatan.

Eksistensialisme
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis yang berarti penentuan. Filsafat ialah perjalanan satu krisis ke krisislain.  Ini berarti bahwa manusia yang berfilsafat meninjau kembali dirinya. Sifat materialisme merupakan pendorong lahirnya eksistensialisme.  Yang dimaksud dengan eksistensi  ialah cara orang berada di dunia.

Bab VI 
Akal dan Hati di Jalur Timur
Di jalur timur, yaitu di dunia Islam.  Mengenai sifat dominasi, akal di timur dihargai, tetapi tidak sampai mendominasi jalan hidup sehingga menyebabkan orang Islam meninggalkan agama, lalu mengambil materialisme danateisme. Filsafat Yunani banyak mempengaruhi perkembangan filsafat dan sains dalam Islam. Filsafat dan sains Yuanani mulai berkembang sejak  kurang lebih tahun 600 SM. Islam lahir padatahun 600-an. Filsafat dalam islam berkembang secara intensif  sejak tahun 800-an.

Masuknya filsafat dan sains Yunani kedalam Islam lebih banyak melalui Irak dibandingkan dengan melalui daerah-daerah lain. Di sanalah timbulnya gerakan penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab, atas dorongan khalifah Al-Manshur, kemudian khalifah Harun Al-Rasyid, dilanjutkan oleh puteranya, khalifah Al-Makmun. Bait Al-Hikmah didrikannya. Selain sebagai pusat penerjemahan, masjid juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains yang ditinggalkan oleh Yunani tadi. Selain buku-buku Yunani, buku-buku Parsi dan India juga diterjemahkan ke dalam bahasa arab.

Bab VII 
Keseimbangan Indera, Akal dan Hati
Kemantapan hidup hanya ditentukan oleh dua hal, yaitu kaidah sains dan filsafat di satu pihak dan akidah agama dipihak lain. Kedua-duanya telah diragukan pada masa sofisme. Tentu saja kehidupan menjadi kacau karena sistem nilai telah kacau. Pada abad pertengahan, terutama sejak tahun 200-an, akal kalah total dan iman menang mutlak. Keadaan ini seharusnya telah dapat diperhitungkan sebelum terjadi. Dapat dipahami mengapa baik Socrates maupun Kant mati-matian menghentikan relativisme kebenaran. Pendapat yang mengatakan bahwa kebenaran itu relatif (termasuk agama) adalah pendapat yang sangat berbahaya. Konsekuensi pandangan ini ialah kekacauan (chaos). Karena sains itu relatif, maka tidak akan ada kebenaran yang dapat dipegang (dipercaya) bersama. Salah satu akibatnya ialah tidak akan ada sesuatu yang menjadi tali pengikat dalam hubungan-hubungan sosial.

Untuk membuktikan kerelatifan filsafat, cukup dilihat andalan kebenaran filsafat. Andalan kebenaran filsafat ialah kelogisan argumennya. Bila Kant ingin menegakkan sains dengan meletakkan dasar-dasarnya pada kebenaran yang bersifat a priori, sedangkan a priori itu berada di dalam daerah filsafat, jadi bersifat relatif, maka pelacakan kebenaran sains akan berakhir pada jalan buntu. Yang ditemukan pada akhirnya ialah sains yang relatif juga. 

Manusia membawa sejak lahir (innate) kata hati(suara hati) yan bersifat imperatif. Suara hati itu ialah suara yang selallu mengajak menjadi orang  yang baik. Puncak kebaikan itu adalah Tuhan. Menurut Al-Syaibani, manusia mempunyai tiga kekuatan atau potensi yang sama pentingnya, laksana sebuah segitiga yang sisi-sisinya sama panjang. Potensi yang dimaksud ialah jasmani, akal, dan roh. 

Kemajuan kebahagiaan, dan kesempurnaan kepribadian manusia banyak bergantung pada keselarasan ketiga potensi itu. Islam, menurut Al-Syaibani, tidak hanya mengakui adanya ketiga potensi tersebut, tetapi juga meneguhkannya dan memantapkan wujudnya. Manusia bukan hanya jasmani, bukan hanya akal dan bukan hanya roh. Manusia adalah kesatuan semua itu yang saling melengkapi kesempurnaan manusia.

Islam tidak dapat menerima materialisme yang mengajarkan benda terpisah dari roh, atau sebaliknya spiritualisme yang mengajarkan roh sama sekali terpisah dari benda. Islam tidak membenarkan akal berkuasa merajalela sehingga menjadikan pengetahuan yang diperoleh akal menjadi tidak terkendali. 

Islam berpendapat bahwa manusia hanya mungkin maju bila terjadi perkembangan yang harmonis antara jasmani, akal, dan roh. Sebenarnya di dalam hidup ini indera, akal, dan hati harus diperhatikan sekurang-kurangnya sama besar kalau tidak dapat  dikatakan hati lebih dipentingkan untuk diperhatikan. 

Bila ingin sempurna, manusia harus didominasi secara seimbang oleh indera, akal, dan rasa. Potensi itu masing-masing harus mendapat latihan secara serentak dan seimbang. Bila salah satu  telah mendominasi lebih dari yang lain, maka kehidupan mulai terancam, sejarah telah memperlihatkan hal itu. 

Manusia yang baik ialah manusia yang jasmani, akal, dan kalbunya berkembang secra seimbang di dalam tuntunan ajaran Tuhan Yang Maha Pintar.

Bab VIII
Akal dan Hati pada Zaman Pascamodern
Kritik filsafat pascamodern terhadap filsafat modern terungkap dalam istilah dekonstruksi seperti yang digunakanpara tokoh filsafat pascamodern. Yang didekonstruksi tentu saja rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. 

Beberapa tokoh dalam filsfat pascamodern yaitu Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein.

Mengapa filsafat rasionalisme perlu didekonstruksi?
Karena ia merupakan filsafat yang keliru dan juga keliru cara menggunakannya. Gara-gara rasionalisme dan kekeliruan dalam menggunakan rasionalisme itulah budaya barat hancur. Bila hubungan natara hati dan akal manusia telah diputusan maka manusia akan memperoleh kenyataan bahwa pertanyan tentang rumusan hidup ideal tidak pernah akan terjawab. Memilih sains dan teknologi sebagai satu-satunya gantungan hidup, atau meletakkan sains dan teknologi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan, berarti kita telah menyerahkan kehidupan manusia kepda alat yang dibuatnya sendiri. Paham posivistik memang akan bermuara pada sikap sekularistik seperti itu.

Tiga dasa warsa terakhir menjelang berakhirnya abad ke 20, terjadi perkembangan bau yang mulai menyadari bahwa manusiaa selama ini telah salah dalam menjalani kehidupannya. Manusia mulai merindukan dimensi spiritual yang telah hilang dari kehidupannya. Di dunia ilmu muncul pandangan yang menggugat paradigma positivistik. Tokoh seperti Khuntelah mengisyaratkan adanya upaya pendobrakan tatkala ia mengatakan bahwa kebenaran ilmu bukanlah suatu kebenaran sui generis (objektif). Dengan mengatakan itu, berarti Kuhn telah menyerang jantungnya positivisme yang menjadikan rasionalisme sebagai andalan satu-satunya.

Haedar Nashir, dalam Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (1990) mengungkapkan segi menarik pada krisis manusia modern. Bagaimana pendewasaan rasio manusia telah menjerumuskan manusia pada sekularisasi kesadaran dan menciptakan ketidakberartian hidup. Penyakit mental justru menjadi penyakit zaman seperti keserakahan, saling menghancurkan, sekularisasi kebudayaan, dan ada juga pencarian makna hidup. Tetapi akhirnya untuk mencapai tujuan hidup manusia modern justru melakukan kekerasan. Kekerasan itu amat mungkin berkembang karena adanya pandangan bahwaa ukuran keberhasilan seseorang adalah sejauh mana ia mampu mengumpulkan materi dan simbol-simbol lahiriah yang bersifat formal.

Syafi’i Ma’arif dalam kata pengantar buku Haedar Nashir itu menyatakan bahwa modernisme telah gagal karena telah mengabaikan nillai-nilai spiritual transendental sebagai fondasi kehidupan. Akibatnya, dunia modern tidak memiliki pijakan yang kokoh dal membangun peradaban. Dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu paradigmasains. Paradigma ini disusun berdasarkan warisan Descartesdan Newton.

Proseskehancuran budaya barat yang dijelaskan Capra yakni sebagai berikut:
1. Rasionalisme
2. Cartesian dan Newtonian
3. Paradigma Sains yang Tunggal
4. Budaya Barat
5. Kehancuran (kacau, penuh kontradiksi)

Dibutuhkan tiga paradigma (masing-masing untuk budaya sains, seni, dan etika) untuk merekayasa kembali budaya dunia, ketiga paradigma itu diturunkan dari Islam.

Filsafat pascamodern tidak puas terhadap rasionalisme, karena itu rasionalisme harus didekonstruksi, dan harus direkonstruksi filsafat baru.


~ ~ ~ ~ ~

Bisa selesai membaca buku ini, buat saya adalah sebuah pencapaian. Karena seringnya saya hanya membaca novel-novel bergenre fiksi, fiksi ilmiah dan sastra klasik. Dan ternyata saya sangat menyukai buku ini, menambah wawasan dan jadi semakin tertarik untuk membaca dan mempelajari buku-buku filsafat lebih banyak lagi.

Terakhir, 5/5 bintang untuk buku ini :)

Wassalamualaikum... Wr. Wb.

You Might Also Like

3 Comments