February 29, 2016
Book Review : Two Kisses for Maddy by Matt Logellin
February 29, 2016Two Kisses For Maddy bercerita tentang seorang pria bernama Matt Logelin yang harus merawat Madeline yang baru lahir karena Liz, istrinya,...
Two Kisses For Maddy bercerita tentang seorang pria bernama Matt Logelin yang harus merawat Madeline yang baru lahir karena Liz, istrinya, meninggal dunia 27 jam setelah melahirkan.
Identitas Buku
Judul : Two Kisses for Maddy
Judul Terjemahan : Dua Kecupan untuk Maddy
Penulis : Matt Logellin
Penerjemah : Nadya Andwiani
Tebal : 432 Halaman
Kategori : Non Fiksi, Memoar, Biography, Dewasa, Parenting, Keluarga
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semestas
ISBN : 978-979-024-324-8
Soft cover, Cetakan Pertama Juli 2012
Rate : 4/5 Bintang
Diawali dengan kisah pertemuan pertama Matt (panggilan akrab Matthew Logellin) dengan Liz (panggilan akrab Elizabeth Goodman) disebuah pom bensin pada awal Januari 1996, saat keduanya masih menjalani masa-masa SMA di wilayah Minnesota.
Matt, adalah sosok pemuda jangkung, pemalu dan pendiam sedangkan Liz yang bertubuh mungil, cantik, lincah, ramah dan dikenal sebagai siswi yang pintar disekolah. Matt begitu terpesona dengan sosok Liz yang bukan hanya cantik dan pintar tapi juga sikapnya yang ramah dan menyenangkan.
Saat itu, Matt merasa terkejut dengan sapaan Liz di pom tersebut karena saat itu Matt merasa ia termasuk anak yang kurang populer sedangkan Liz adalah kebalikan dari Matt. Tapi seolah tidak melihat kekurangan satu sama lain, Liz akhirnya berpacaran dengan Matt.
Hubungan mereka tetap berlanjut bahkan ketika mereka harus melanjutkan kuliah di kota yang berbeda. Matt tetap tinggal di Minnesota dan berkuliah di St. John’s sedangkan Liz berkuliah di Scripps, California. Namun jarak bukanlah halangan untuk cinta mereka. Iya... benar sekali. Mereka LDR-an, sodara-sodara... tapi tetap awet ya...manis sekali. Bahkan ya, Liz rela menyisihkan uang hasil kerja paruh waktunya saat masih kuliah untuk membelikan Matt tiket, biar Matt bisa liburan dan ketemu Liz. Manis bangeet...
Dengan hubungan LDR (Long Distance Relationship) yang kadang mereka rasa cukup berat untuk dijalani, mereka dapat melaluinya. Setelah selama 4 tahun terpisah karena kuliah ditambah 2 tahun berpisah karena pekerjaan, membuat Matt dan Liz memutuskan untuk tinggal bersama di Los Angels.
Los Angels memang tempat mereka memulai hari-hari baru bersama tanpa terpisah jarak lagi. Tapi meskipun demikian, bukan berarti tanpa masalah. Liz yang karirnya semakin menanjak dibidang konsultan manajemen keuangan, Matt justru sedang berkutat pendidikannya juga sambil mencari pekerjaan.
Awal tahun 2004, Matt mendapat undangan pernikahan dari temannya yang ada di Nepal. Matt tak melewatkan kesampatan pergi ke Nepal ini untuk melakukan sesuatu yang spesial untuk Liz, Matt ingin melamar Liz disana. Matt mengajak Liz berjalan-jalan di kota sekitar hotel mereka. Saat ada kesempatan Matt mengajak Liz duduk di bangku umum di taman. Sebetulnya bukan ini acara melamar impian Matt. Matt ingin melakukan dengan lebih romantis. Namun apa daya ia sudah keceplosan membocorkan rencana romantisnya kepada teman-teman saat mabuk, karena ia khawatir teman-temannya memberi selamat kepada Liz sebelum ia melamar, Matt buru-buru melaksanakan lamarannya kepada Liz. Dalam cuaca India yang panas, Matt melamar Liz.
Dan akhirnya setelah keduanya hidup bersama semenjak awal tahun 2002, dan pada tanggal 13 Agustus 2005 keduanya menikah di kampung halaman Minneapolis, Minnesota.
"... cinta kami adalah cinta yang abadi,suatu cinta yang melampaui jarak, waktu, perselisihan sepele, serta gejolak hubungan lainnya." (Matt Logellin - Two Kisses for Maddy, halaman 20) |
Pada tahun berikutnya, Liz memutuskan keluar dari pekerjaannya yang berpenghasilan tinggi namun menyita waktunya, dan mencari pekerjaan lain yang bisa memberinya waktu berada di rumah mereka di Los Angeles. Matt akhirnya memperoleh pekerjaan mapan, yang mampu mengatasi keuangan keluarga, meskipun tak sebesar penghasilan Liz. Keduanya semakin mantap menjalani kehidupan sebagai pasangan suami-istri. Dan kebahagiaan mereka semakin lengkap saat Liz hamil pada Maret 2007.
Sayangnya kebahagian itu tak semulus yang Matt dan Liz harapkan. Pada masa awal-awal kehamilannya tersebut, Liz mengalami mual dan muntah yang tak berkesudahan sepanjang hari, hingga dokter mereka harus memberikan obat khusus guna membantu memperingan kondisi Liz. Namun hal itu tidak terlalu membantu, hingga Liz tak mampu memasukan asupan nutrisi yang cukup ditambah dengan penurunan berat badan yang dialaminya seiring dengan pertumbuhan sang bayi. Keduanya disarankan berkonsultasi dengan dokter ahli untuk membantu pertumbuhan bayi mereka. Ketika diagnosa awal tidak bagus, mereka menjalani setiap nasehat serta saran sang ahli agar kondisi Liz serta bayinya kembali membaik. Air ketuban Liz terlalu sedikit dan leher si bayi terlilit tali pusar sehingga membuat Liz mau tak mau harus menjalani tirah baring, yakni prosedur yang dilakukan ibu hamil yang mengalami masalah kehamilan bayi terlilit pusar.
Pada masa-masa tirah baring ini, si ibu disarankan mengurangi kegiatan dan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk berbaring penyamping agar lilitan tali pusar dapat terlepas secara alami. Namun meski sudah melakukan tirah baring selama 3 minggu itu, kondisi Liz tidak membaik seperti yang diharapkan, maka dari itu dokter menyarankan Liz segera masuk rumah sakit untuk segera mendapat perawatan dan dipantau hingga masa kelahiran sang bayi. Saat itu masih kurang lebih 9 minggu menjelang waktu kelahiran normal bayi mereka.
Seiring dengan waktu, perkembangan kondisi Liz ternyata tidak membaik, sehingga pada akhirnya dokter memutuskan bahwa persalinan melalui operasi caesar harus segera dilakukan karena kadar cairan ketuban Liz semakin rendah, sedangkan janin berkembang lebih pesat sehingga memakan ruang lebih di dalam janin. Maka pada tanggal 24 Maret 2008, bayi Madeline Elizabeth lahir melalui operasi caesar sesuai prosedur, pada pukul 11.56 dengan berat 3 pon, 13,5 ons, panjang 17,25 inci. Segenap keluarga dekat serta sahabat dekat berkunjung mengucapkan selamat serta melihat kehadiran anggota baru keluarga Logelin dan Goodman dengan penuh syukur dan kebahagiaan.
Karena kondisi kelahiran prematurnya, Madeline harus segera di masukan ke ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit atau unit perawatan intensif bayi yang lahir kritis). Pertemuan singkat Madeline, dengan Liz, ibunya tak berlangsung lebih dari 5 menit bahkan Liz belum sempat memeluk gadis mungil yang telah ia tunggu kehadirannya berbulan-bulan. Liz boleh menemui Madeline jika sudah 24 jam karena tubuh Madeline masih sangat lemah.
Selama 24 jam yang terasa sangat lama bagi Liz, ia harus tetap berbaring, tak sabar mendengar setiap berita serta foto-foto yang dibawakan oleh Matt tentang perkembangan bayi mereka. Matt harus mondar-mandir antara ruang khusus bayi dan kamar Liz, namun ia dengan penuh sukacita melakukannya, serta selalu berusaha menjaga dan menenangkan Liz.
Akhirnya, keesokkan harinya sekitar menjelang pukul setengah tiga sore, Liz diperbolehkan bangkit dari pembaringannya selama berminggu-minggu, dan berjalan perlahan menuju bangsal khusus bayi, untuk bisa menjenguk dan memeluk bayi yang telah sangat dirindukannya. Namun kejadian penuh semangat kegembiraan dan antusias itu segera berubah dengan cepat. Wajah Liz memucat, dan ia pingsan di depan kamarnya. Kejadian yang berlangsung kemudian terjadi begitu cepat, tak mampu dicerna langsung oleh Matt. Liz kembali dibopong ke dalam kamar, berbagai teriakan serta alarm tanda darurat berbunyi, perawat serta dokter berlarian ke dalam kamar, keributan yang terjadi tak mampu terbayangkan olehnya. Hingga akhirnya keributan itu berhenti, sebuah kesunyian yang janggal berada di sekeliling Matt. Yang ia lihat hanyalah wajah-wajah sedih serta tangisan yang muncul di sana-sini.
Pada hari itu, 28 Maret 2008, Liz dinyatakan meninggal karena emboli paru. Pukulan telak menghantam Matt mengetahui bahwa Liz telah meninggalkan dirinya begitu cepat bahkan istri tercintanya itu belum sempat memeluk Madeline. Kini Matt harus menjadi single parent baru yang harus membesarkan Maddy (panggilan akrab Madeline).
Dan berikut adalah tulisan Matt sebagai bagian dari obituari Liz, yang tertulis pada halaman 164-165 :
Kehidupan dan kematian.
Dari momen terbahagia dalam hidup kami sampai ke yang tersedih.
Semuanya.
Hanya dalam waktu 27 jam.
Rasa sakitnya tak tertahankan.
Hancur bukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan kami.
Kerabat dan teman dari seluruh dunia datang ke rumah kami.
Menelepon.
Mengirim surel.
Menangis.
Setiap orang merasa sebagian diri mereka ikut mati bersama Liz.
Dia mencintai semua orang melebihi yang dapat kami bayangkan.
Dia meninggalkan kami dengan anugerah paling besar yang bisa dia berikan.
Seorang bayi perempuan yang sangat mirip dengan ibunya.
Dia akan menjadi yang pertama mengatakan bahwa segalanya baik-baik saja kelak.
Tolong cobalah untuk tidak menangis (kata si suami yang tak bisa berhenti meneteskan air mata)
Sebagai gantinya, pikirkan tentang Liz.
Ingatlah tawa itu.
Senyuman itu.
Cinta itu.
Aku tahu aku akan mengingatnya.
Bagaimana dan apa yang Matt lakukan untuk terus hidup ketika ditinggalkan belahan jiwanya? Apa yang ia lakukan untuk bisa membuat Liz banga, meski kini ia sudah tiada? Bagaimana ia mesti membesarkan Maddy?
Matt tak pernah melupakan besarnya kasih sayang
Liz pada Maddy, sehingga ia selalu memberikan dua kecupan pada jarinya, yang
kemudian disentuhkan pada dahi Maddy, itu adalah perwujudan dari :
satu kecupan kasih dari Matt dan satu kecupan sayang dari Liz kepada Maddy.
"Two Kisses for Maddy"
Kisah seperti ini, memang bisa dipastikan telah banyak kita dengar dan bahkan telah terjadi di sekeliling kita, bukan? Kisah Matt,Liz dan Maddy ini mungkin terasa berbeda, karena Matt Logelin, sang penulis, terbiasa menulis kisah serta pengalaman hidupnya lewat blog. Dan para pembaca blognya serasa ikut serta terjun dalam kehidupan Matt. Terutama saat ia mencurahkan perasaan serta pikirannya selama mendampingi Liz di rumah sakit, menjelang kelahiran Maddy, hingga kematian Liz. Kehancuran hatinya, kehampaan yang dirasakan, niatnya untuk menghabisi nyawanya mengikuti Liz, hingga perjuangannya untuk bangkit dan menata satu demi satu kehidupannya demi makhluk mungil bernama Maddy.
Buku ini ditulis Matt Logelin setelah berhasil mendapat perhatian banyak pembaca di blog pribadinya. Dan Matt segera menemukan bahwa ia memiliki sistem pendukung yang solid; selain keluarga dan teman-teman dekat, juga para pembaca setia blognya; dan menyadari bahwa itulah yang paling dibutuhkan seseorang yang tengah berduka. Dukungan.
Tidak hanya dukungan psikologis, dukungan material juga mengalir. Meskipun di banyak momen Matt selalu menangis karena teringat istri yang sangat dicintainya, dan di banyak momen Matt hanya ingin menutup diri dan meratapi nasib, tapi karena Madeline, Matt terus berjuang untuk bertahan. Matt pintar sekali meramu tulisannya menjadi sangat manis.
Ia pun membuat Liz Logelin Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang menyalurkan dana serta bantuan pada orang-orang yang senasib dengan dirinya. Matt melakukan sesuatu yang berbeda demi mengenang kisah kasih cintanya pada Liz, dengan mencurahkan hidupnya pada Maddy serta menolong orang-orang yang terpuruk, kehilangan orang-orang terkasih mereka lewat organisasi tersebut.
Kini, setelah berhasil melewati tragedi oleh kebaikan serta kemurahan hati orang lain bahkan orang asing, yang tidak pernah dikenal sebelumnya, Matt mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain mengatasi situasi sulit mereka dengan mengulurkan tangan dan menjadi sumber inspirasi
Tidak hanya dukungan psikologis, dukungan material juga mengalir. Meskipun di banyak momen Matt selalu menangis karena teringat istri yang sangat dicintainya, dan di banyak momen Matt hanya ingin menutup diri dan meratapi nasib, tapi karena Madeline, Matt terus berjuang untuk bertahan. Matt pintar sekali meramu tulisannya menjadi sangat manis.
Ia pun membuat Liz Logelin Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang menyalurkan dana serta bantuan pada orang-orang yang senasib dengan dirinya. Matt melakukan sesuatu yang berbeda demi mengenang kisah kasih cintanya pada Liz, dengan mencurahkan hidupnya pada Maddy serta menolong orang-orang yang terpuruk, kehilangan orang-orang terkasih mereka lewat organisasi tersebut.
Kini, setelah berhasil melewati tragedi oleh kebaikan serta kemurahan hati orang lain bahkan orang asing, yang tidak pernah dikenal sebelumnya, Matt mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain mengatasi situasi sulit mereka dengan mengulurkan tangan dan menjadi sumber inspirasi
Lebih lanjut tentang kehidupan serta aktifitas Matt dan Maddy Logelin, silahkan kunjungi :
Nah, omong-omong... sudah sebesar apa ya Maddy sekarang? Ini lho foto Maddy (semua foto Matt, Liz dan Maddy diatas juga diambil dari blog pribadinya Matt, di www.mattlogellin.com)) dari blog pribadi Matt yang masing-masing diupload pada 21 Februari 2010 dan 22 Mei 2014 lalu,
Rambut pirang yang telah membuat ibumu menghabiskan banyak uang untuk merawatnya.
Senyumanmu.
Sorot di dalam mata biru besarmu ketika mengatakan,
‘Aku juga menyayangimu, Ayah.”
Itulah ibumu.
Kau adalah bagian dari dirinya.
Dia berada di dalam dirimu.
(Matt Logellin - Two Kisses for Maddy)
Two Kisses for Maddy, sebuah cerita yang sangat mengharukan dan memilukan yang kenangan-kenangan indah yang manis dan romantis, namun pada beberapa bagian buku ini juga menyajikan hal-hal yang lucu.
Two Kisses for Maddy, Sebuah kisah memoar tentang kehidupan, cinta, pertemuan dan kematian, tragedi serta kebahagiaan yang sangat layak dibaca oleh mereka yang ingin memperoleh inspirasi keberanian untuk bangkit dari keterpurukan.
Two Kisses for Maddy, mengajarkan bahwa hidup kadang memang berat, tapi yakinlah selalu ada alasan untuk terus berupaya lebih baik lagi dan tetap bersemangat menjalaninya.
Two Kisses for Maddy, seolah ingin mengingatkan kita kembali bahwa janganlah mensia-siakan orang yang mencintai kita, karena saat dia sudah tiada, tidak ada yang bisa kita lakukan, hanya kesedihan dan kehilangan yang akan dirasakan.
Two Kisses for Maddy, seolah ingin mengingatkan kita kembali bahwa janganlah mensia-siakan orang yang mencintai kita, karena saat dia sudah tiada, tidak ada yang bisa kita lakukan, hanya kesedihan dan kehilangan yang akan dirasakan.
"Tak ada yang mengecup pipiku saat aku berangkat bekerja. Tak seorang pun bisa kuetelepon dalam perjalanan menuju kantor mengenai informasi lalu lintas. Tak seorang pun mengantarkan bekal makan siangku yang tertinggal di meja dapur….”
(Matt Logellin - Two Kisses for Maddy, halaman 316)