Book Review : Cadas Tanios by Amin Maalouf

Blurb . Novel karangan Amin Maalouf dan mendapat penghargaan Prix Goncourt 1993 dan Grand Prix des Lecteurs 1996 ini membawa kita ke se...

Blurb. Novel karangan Amin Maalouf dan mendapat penghargaan Prix Goncourt 1993 dan Grand Prix des Lecteurs 1996 ini membawa kita ke sebuah desa di pegunungan Lebanon dan mempertemukan kita dengan Tanios, putra Lamia, Istri Kepala Rumah Tangga Istana yang cantik jelita, idaman setiap pria. 

Kelahiran Tanios disambut gembira ayah dan bundanya, sanak saudara, dan seluruh penduduk desa, karena sudah lama di tunggu-tunggu. Namun ada desas-desus, ayah Tanios adalah Cheikh, Penguasa desa itu. 
Tetapi Sang Penguasa bersumpah dengan jari terkembang di atas Injil di depan bibi Tanios, bukanlah dia yang membuahi Tanios. Namun nasi sudah menjadi bubur, gunjingan orang tak kian reda, melainkan menjalar ke mana-mana.

Ketidakpastian mengenai siapa ayahnya sebenarnya menjadi titik awal dari semua peristiwa yang menimpa Tanios semasa kecil, dan mencapai puncaknya ketika pada suatu hari ayahnya, anak buah kesayangan sang Penguasa, anak buah yang penurut, rajin, pendiam, tanpa keinginan yang lebih tinggi selain mengabdi pada majikannya, menghadang Pemimpin Gereja di sebuah hutan pinus di lembah desa dan meremuk kepalanya dengan sebutir peluru yang ditembakkan dari sebuah senapan hadiah seorang utusan pemerintah Inggris bagi Sang Penguasa, untuk membela anaknya dan kehormatan dirinya sendiri. Tanios dan ayahnya lari bersama dari desanya, di kejar-kejar ketakutan siang dan malam.

Kisah yang berlatar belakang keadaan zaman 1830-an ini, zaman pertarungan seru adu pengaruh antara negara-negara besar pada waktu itu, menghanyutkan kita dan sekaligus membuat kita terpana betapa nasib seseorang ditentukan oleh tangan-tangan yang tidak tampak dan kekuatan yang lebih besar.

Identitas Buku
Judul : Cadas Tanios
Judul Asli : Le Rocher de Tanios
Penulis : Amin Maalouf
Bahasa : Indonesia
Penerjemah : Ida Sundari Husen
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
ISBN : 979-461-322-3
Rilis pertama di Indonesia : Juli 1999
Jumlah Halamanxiv + 262 halaman
Ukuran buku21 x 14 cm
Beli di : Boekoe Factory Outlet
Harga : Rp. 25.000

Review Cerita
Desa Kfaryabda, terletak di daerah pegunungan di Lebanon, yang untuk mengetahui letak pastinya, harus menggunakan peta daerah yang paling mendetail dan mencarinya dengan kaca pembesar.

"Mereka harus pergi mencari peta yang lebih lengkap unttuk mencari, dengan kaca pembesar, nama Kfaryabda dan Sahlain." (halaman 88)

Kfaryabda diceritakan sebagai desa yang makmur berada di bawah pemimpin yang dijuluki Cheikh. "Cheikh" merupakan sebutan kepala desa/wilayah/suku di Timur Tengah. Istri Cheikh disebut Cheikha.

Tidak ada manusia yang sempurna. Mungkin kalimat itu pas jika kita terapkan kepada Cheikh pada masa itu. Dibalik sikapnya yang berwibawa dan bijaksana, Cheikh memiliki tabiat buruk terkait perempuan. Seluruh Istana, rakyat dan Cheikha sendiripun mengetahui akan hal itu.

Hingga pada suatu saat, lahirlah Tanios dari rahim seorang pelayan istana (tempat tinggal Cheikh) bernama Lamia, yang juga merupakan istri dari Gerios, Kepala Rumah Tangga Istana. Sejak didalam kandungan hingga pada saat kelahirannya itu, memunculkan gunjingan-gunjingan buruk terhadap Tanios akan ketidakpastian siapa ayahnya. Gerios ataukah Cheikh?

Tanios tumbuh menjadi seorang pemuda yang pandai dan berprinsip. Ia adalah sosok yang teguh pada pendiriannya, tidak gampang terpengaruh.

"Tanios. Haus pengetahun, pintar, bersemangat, agak terganggu oleh goncangan-goncangan jiwa yang sedang mengalami gejolak" (halaman 84)

Suatu ketika kepandaiannya menemukan sesuatu yang menurutnya ganjil, yang telah menjadi budaya di desanya, yakni mengagung-agungkan Cheikh dan menurutnya, hal itu terlalu berlebihan. Ia tidak mau ikut-ikutan melakukan hal itu terhadap Cheikh.

Dalam perenungannya, Tanios duduk di batu cadas pinggiran desa untuk merenung dan bertemu dengan Roukoz, mantan Kepala Rumah Tangga Istana Cheikh sebelum digantikan oleh ayah Tanios karena fitnah Cheikh. Ia dikenalkan dengan rumah dan tanahnya yang semakin meluas serta keluarganya termasuk Asma, anaknya. Dari perkenalan itu Tanios mulai jatuh cinta pada Asma.

Cinta Tanios bersambut, karena ternyata dalam sikap diamnya, Asma pun mencintainya. Namun, Raad, anak Cheikh juga rupanya terpikat dengan kecantikan dan kemurnian Asma. Raad jatuh cinta kepada Asma dan ingin segera menjadikannya istri. Dengan kepercayaan dirinya, Raad melamar Asma pada Roukoz dan ia menerimanya. Bagi Roukoz, ini adalah peluang emas. Karena selama ini, Roukoz sangat berambisi untuk menjadi seorang Cheikh di Kfaryabda.

Mengetahui bahwa lamaran Raad terhadap Asma diterima oleh Roukoz, Tanios sangat terpukul. Ia bersumpah akan melakukan bunuh diri jika pernikahan Raad dan Asma itu terjadi. Kedua orang tuanya, Gerios dan Lamia sangat khawatir dan bersedih dengan keadaan Tanios. Namun, kekhawatiran Gerios dan Lamia sedikit berkurang ketika mengetahui bahwa Cheikh dan Pemimpin Gereja juga sependapat dengan Tanios. Bahwa pernikahan itu tidak boleh terjadi. Namun kemudian Pemimpin Gereja mengatakan hal yang berbeda. Yang kemudian membuat Gerios merasa sangat khawatir putranya akan benar-benar melakukan bunuh diri karena ambisinya, seperti yang pernah dilakukan Tanios pada saat yang sebelumnya, yaitu ketika Tanios berusaha bunuh diri dengan mogok makan karena tak bisa menuntut ilmu di Sahlain. Karena ketakutan itulah, hal yang tak pernah terbayangkan pun terjadi. Gerios, sang Kepala rumah Tangga Istana yang dikenal sebagai orang yang sangat baik, lembut dan juga patuh pada Cheikh, menembak mati Pemimpin Gereja.

Sejak saat itu Gerios dan Tanios menjadi buronan.

Mereka melarikan diri ke Siprus, tempat dekat yang paling aman bagi keduanya untuk kabur dan memantau keadaan desanya. Di sana keduanya memulai hidup baru dengan kebiasaan baru dan teman-teman yang baru. Temannya yang paling akrab adalah Fahim, seorang perantau yang mengaku berasal dari Montagne, satu wilayah dengan keduanya.

Setiap hari Gerios dan Fahim bermain judi bersama dan Tanios sering pergi menemui kekasih gelap yang baru dikenalnya, seorang perempuan bernama Thamar. 

Kebiasaan itu mereka lakukan hingga beberapa saat, hingga suatu hari Fahim memberitakan bahwa sudah aman bagi Tanios dan ayahnya kembali ke desa.

Ketika mereka hendak kembali ke desanya, Tanios terpisah dari ayahnya. Ia kembali ketempat penginapannya, untuk menemui Thamar di sebuah kamar yang berada tak jauh dari kamarnya. Sementara ayahnya, telah menyeberang lautan dengan kapal bersama Fahim terlebih dahulu. Berniat menyusul dengan kapal berikutnya, Tanios malah menemukan fakta bahwa dirinya dan ayahnya telah dijebak oleh Fahim yang ternyata adalah seorang mata-mata Emir yang tengah menguasai Kfaryabda pada masa itu. 

Tanios selamat dari hukuman, sedangkan ayahnya dihukum mati.

Pasca kejadian yang kembali membuatnya terpukul akibat kematian ayahnya, Tanios berniat untuk meneruskan hidupnya sendiri, hingga suatu saat ia dipertemukan dengan guru masa kecilnya, seseorang berkebangsaan Inggris yang patut diperhitungkan dalam politik Inggris, negara yang menentang Emir penguasa Montagne sekaligus Kfaryabda. Atas rekomendasinya, Tanios bisa pulang ke kampung halamannya dengan benar-benar selamat, dengan syarat sebuah misi, yakni menyatakan hasil perundingan petinggi Inggris untuk mengasingkan Emir.

Ketika Tanios kembali ke kampung halamannya, ia disambut meriah tidak sebagai pelarian, namun sebagai seorang pahlawan yang telah 'menurunkan' kekuasaan Emir atas wilayah Montagne, penguasa yang bahkan ditakuti oleh Cheikh Kfaryabda.

Cheikh pun yang selama ini ditahan oleh pemerintahan Emir pun telah kembali ke Kfaryabda disambut kerinduan dan kegembiraan para rakyatnya.

Tanios diangkat Cheikh menjadi putra mahkota. Ia menjadi penerus Cheikh yang pada saat itu sudah tua, dan tak dapat lagi melihat akibat kedua matanya dicungkil semasa dipenahanan. Raad anak lelaki Cheikh telah lama meninggal dunia, ia dibunuh oleh Emir. Namun dengan diangkatnya Tanios sebagai calon pemimpin Kfaryabda, tak sedikitpun rasa senang terpancar dari dirinya.

Akhir cerita, setelah diumumkannya Tanios sebagai putra mahkota, Lamia menyuruhnya menemui Asma yang sebatang kara untuk menyatakan bela sungkawa atas kematian Roukoz. Di perjalanan itulah ia menemukan Nader, si padagang keliling, sahabatnya tengah disiksa oleh sekelompok orang. Nader diduga sebagai sekutu Roukoz serta orang Mesir. Padahal Nader hanya berniat mengucapkan selamat kepada Cheikh atas kepulangannya. Dengan kuasanya yang baru, Tanios melerai mereka dan mengantarkan Nader keluar dari perbatasan.

Pada malam harinya Lamia mencari-cari Tanios yang tak kunjung pulang.
 
Diketahui, sekembalinya dari perbatasan, Tanios tidak langsung menemui Asma sebagaimana niat sebelumnya. Ia naik ke atas sebuah batu cadas. Disebutkan ia duduk diatas batu cadas itu tanpa mengindahkan sapaan siapapun. Lalu, seperti karena suatu keajaiban, ia lenyap diatas batu cadas itu. Tanios tidak lagi diketahui keberadaannya, hingga sekarang.

Sejak saat itulah, batu cadas bekas tempat dudukan Tanios dinamai dengan namanya, Tanios. Cadas Tanios. The Rock of Tanios.

Dengan akhir cerita yang demikian pada bukunya ini, sebagai pembaca kita seolah dituntut untuk berpikir atau menduga tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada Tanios. Menurut saya sendiri, bisa jadi sebenarnya Tanios tidak tiba-tiba lenyap begitu saja, tapi:
  1. Mungkin dia pergi ke suatu tempat. Menemui Thamar!
    Seperti yang ditulis oleh Nader, yang pada buku ini ada pada halaman 159
  2. Atau, dia ditangkap oleh kawanan yang dulu menghukum mati ayahnya
  3. Mungkin juga... setelah lama duduk diatas batu cadas tersebut, saat mau bangkit dan pulang, tiba-tiba ia terpeleset dan jatuh ke lautan terbawa arus air ke lautan luas, hahaha... abaikan point ini. Tapi, bisa jadi juga memang seperti, bukan?
Kutipan Favorit :
  1. "Namun bagaimanapun juga, hendaknya kau tahu, merampok itu sepanjang dapat dilakukan, haruslah dilakukan pada musuh, mereka yang tanahnya dirampas atau pintu rumahnya didobrak dalam keadaan perang. Dan pasti bukan dirumah, tempat kita diterima sebagai sahabat." (halaman 98)
  2. "Kejadian nyata itu tidak tahan lama, percayalah, hanya dongeng yang tetap hidup, sepertinya jiwa sesudah raga, atau seperti minyak wangi setelah anak gadis yang memakainya lewat." (halaman 245)
Butuh waktu lebih dari 3 hari bagi saya untuk membaca buku karya dari seorang penulis kelahiran Lebanon, Amin Maalouf ini. Tadinya saya berniat meninggalkannya saja dulu, namun karena buku ini adalah buku wajib Klub Buku Indonesia yang harus dibaca, dibedah dan didiskusikan pada bulan Februari ini, dengan mengerahkan segenap semangat, finally selesai juga membacanya.

Jujur saja, bahkan hingga mencapai halaman 30an saja saya masih belum menemukan chemistry dengan buku ini. Saya rasa, bahasanya berat. Membosankan. Baik cerita, penuturan dan tampilan font-nya. Namun, semakin banyak halaman yang saya baca, saya berpikir ini cerita yang unik. Kisah kepemimpinan, pemerintahan, politik, agama, percintaan, sejarah dan legenda diramu dengan apik. Penuturannya pun semakin lama terasa semakin mudah dipahami. Beberapa istilah dibiarkan dalam bahasa aslinya, seperti Cheikh, Cheikha, Khayye dan Bayye. Disertakan pula arti dari kata-kata tersebut.

Selain bercerita tentang kisah kehidupan Tanios, buku ini juga bercerita tentang sebuah desa yang terletak di tanah pegunungan yang saat itu terperangkap dalam situasi masa-masa perubahan kekuasaan antara Mesir dan Turki, Perancis dan Inggris, juga saling menguatnya pengaruh-pengaruh Islam dan Katolik. Melalui buku ini pula, kita diajak "menyaksikan" situasi politik yang menurut saya cukup mencekam, yang mempengaruhi negeri Lebanon pada saat itu, yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan terhadap kepala gereja.

Ini adalah kali pertamanya saya membaca buku karya Amin Maalouf. Disebutkan bahwa buku ini adalah salah satu buku yang telah diakui sebagai karya sastra yang bagus dan banyak direkomendasikan untuk dibaca. Terlebih setelah mendapat anugerah penghargaan Grand Prix des Literatures 1996Jadi penasaran juga ingin membaca karya-karya Maalouf yang lainnya. 

Terakhir, saya persembahkan 4/5 bintang untuk Cadas Tanios.

You Might Also Like

4 Comments