Review Buku, City of Bones.
March 09, 2012The Mortal Instruments #1 : City of Bones
Meskipun yang menjadi tokoh utama kisah ini adalah kaum muda, namun berhubung permasalahan yang diangkat cukup pelik, maka sejatinya buku ini lebih cocok untuk dibaca pembaca yang lebih dewasa. Dalam buku ini sayangnya cukup banyak typo yang mengganggu, akan lebih baik jika hal itu bisa diminimalkan.
Penulis : Cassandra Clare
Cover depan City of Bones |
ISBN : 9786028224802
Rilis : 2010
Halaman : 664p
Penerbit : Ufuk Press (Ufuk Publishing House)
Bahasa : Indonesia
Rp.89.900
Rilis : 2010
Halaman : 664p
Penerbit : Ufuk Press (Ufuk Publishing House)
Bahasa : Indonesia
Rp.89.900
Memasuki Mortal Instruments, seperti digiring masuk ke sebuah kapal besar dengan penumpang; warlock, vampir, manusia serigala, dll. Anda bisa saja loncat dan berenang (kalau bisa berenang) jika tidak suka, tapi jika di sana bertemu dengan manusia setengah malaikat yang keren, apakah masih berpikir untuk loncat?
Jace (17 tahun) memiliki takdir sebagai Nephilim, manusia setengah malaikat. Bersama dengan beberapa rekannya dia berjuang untuk menumpas iblis di dunia dengan sebutan Pemburu Bayangan. Dalam salah satu misi di sebuah club malam, Jace dan kawan-kawan bertemu Clary (16 tahun) seorang gadis yang ternyata bisa melihat keberadaan mereka. Itulah, awal dari petualangan-petulangan yang akan dilalui oleh Clary dan Jace, masuk di dunia yang dipenuhi oleh mahluk-mahluk mitos.
Mendatangi tempat para Pemburu Bayangan yang disebut Institut, membunuh iblis pengganggu bernama Pembuas, kehilangan ibu, hingga bertarung dengan para vampir di hotel tua yang penuh tulang belulang tempat mereka bersarang. Dan tak lupa, terkuaknya sedikit demi sedikit jati diri Clary, tentang ibu, ayah dan dirinya mengapa bisa memiliki kemampuan untuk bisa melihat dunia para pemburu bayangan dan mahluk-mahluk lainnya.
Pada kisah di awal buku ini, terasa datar dan kurang greget. Tapi memasuki tengah-tengah cerita di mana konflik sudah mulai bermunculan, kisah City of Bones ini mulai terasa ketegangan-ketegangan yang tidak akan pernah bisa dilepaskan lagi. Pertarungan di hotel tua dengan begitu banyak vampir memupuskan kesan vampir ganteng, santun dan mewah, karena di sini, para vampir digambarkan hanyalah mahluk malam penghisap hewan-hewan liar, yang hidupnya sangat jorok.
Mungkin Anda akan sedikit mengernyitkan dahi, karena di kisah ini, para vampir memiliki motor yang bisa dijalankan dengan tenaga iblis dan tidak boleh terkena sinar matahari! Aha, inilah salah satu ide hebat yang dimiliki oleh Cassandra Clare, menciptakan kendaraan dengan tenaga iblis, yang merupakan kebalikan dari kendaraan yang bisa dijalankan dengan tenaga surya.
Karakter paling menarik dalam kisah ini, adalah “Saudara Hening” atau juru arsip.
“…Clary melupakan Jace, dan berjuang untuk tidak menjerit. Kepalanya juru arsip ini botak, licin, dan seputih telur. Ada lekukan gelap di mana matanya pernah berada. Kedua mata itu sudah hilang sekarang. Bibirnya disilang-silangi pola garis hitam yang menyerupai jahitan bedah. Sekarang Clary mengerti apa yang dimaksud Alec dengan memutilasi.” (hal. 234).
Perlu diketahui, para juru arsip ini tidak pernah berbicara secara langsung, tapi mereka menggunakan pikiran yang bisa masuk ke dalam benak orang-orang yang diajaknya bicara. Itulah sebabnya mereka dijuluki “Hening”.
Dengan tebal buku 664 hal, City of Bones diceritakan dengan begitu detailnya. Bahkan cenderung bertele-tele. Sebenarnya, banyak sekali dialog dan adegan yang bisa dipangkas oleh Cassandra tanpa mengurangi inti ceritanya. Buku ke-1 dari empat buku yang dia tulis; City of Ashes, City of Glass dan buku keempat City of Fallen Angels, sudah demikian seru. Baik tokoh-tokohnya maupun konflik yang ada di dalamnya.
0 Comments