Book Review: The Convenient Marriage by Georgette Heyer
March 12, 2022“Horatia, jadi kau tanpa tahu malu meminta Lord Rule menikahimu?”
“Ya,” jawab Horatia tegas. “Aku harus melakukannya.”
“Dia pasti luput menyadari,” ujar Charlotte, “bahwa kau gagap.”
Horatia mengangkat dagunya. “Aku menyinggung b-bah-wa aku g-gagap
dan dia mengatakan dia j-justru suka!”
Namun, Horatia memberanikan diri mendatangi Marcus Drelincourt, Earl of Rule, yang sebelumnya tengah mengajukan pinangan pada kakaknya, Elizabeth. Semua itu dilakukan bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan demi kelanjutan kisah cinta sang kakak yang sudah memiliki pujaan hati.
Sang Earl ternyata bersedia menikahi Horatia. Pria itu menyangka selanjutnya semua hal akan berjalan sesuai rencananya. Hanya saja takdir berkata lain dan hati tak dapat dibohongi. Akankah pernikahan yang berawal tanpa cinta ini bertahan?
Credit: @ade_reads |
Penerjemah: Reni Indardini
Berlatar belakang di Inggris pada tahun 1800an. Marcus Drelincourt, Earl of Rule (35 tahun), yang semua orang mengira bahwa ia akan melajang seumur hidupnya, tiba-tiba membuat kegemparan karena mengajukan pinangan kepada Elizabeth Winwood, putri pertama keluarga Winwood.
Begitulah ya, kehidupan bertetangga! Melajang jadi bahan omongan, meminang anak orang juga malah bikin gempar 😂
Tapi, alih-alih bahagia dipinang seorang Countess, Miss Winwood kebingungan. Ia begitu ingin menolak pinangan dari Lord Rule. Padahal, pinangan tersebut merupakan pinangan yang diimpikan oleh banyak perempuan seusianya. Pinangan yang juga diimpikan oleh para orang tua untuk anak-anak perempuan mereka.
Sedangkan Charlotte, Miss Winwood nomor dua ini dengan blak-blakan menyatakan ketidaksukaannya kepada Rule. Saat ia diminta menggantikan saudarinya untuk menerima pinangan Rule, dengan tegas ia menolaknya.
Mengetahui keadaan tersebut dan mengetahui pasti tentang alasan mengapa Elizabeth ingin menolak pinangan Rule, dengan berani dan percaya diri, bahkan tanpa sepengetahuan keluarganya, Horatia, adik bungsu Elizabeth yang masih berusia 17 tahun itu, pergi untuk menemui Rule.
Sesaat sebelum pergi, Horry, begitu panggilan akrab Horatia, masih sangat yakin bahwa Rule sekalipun berlimpah harta, ia hanyalah seorang pria tua. Tapi setelah bertemu sendiri dengan Rule, ternyata sosoknya sama sekali tidak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
Iyaa! Begitulah, pemirsa... Miss Winwood yang satu ini memang suka begitu. Suka terlalu yakin dengan pendapatnya sendiri!
Aku ngakak banget dengan percakapan Horry dan Lord Rule, saat mereka bertemu untuk pertama kalinya ini:
"Anda L-Lord Rule?" tanya perempuan itu.
Sang bangsawan merasa geli. "Saya yakin demikian," jawabnya
Maksud dari kedatangan Horry menemui Rule, untuk meminta agar Rule membatalkan pinangannya kepada Elizabeth dan menikahi dirinya saja.
Wait! Whaat...?!!
"Memang agak tua, t-tapi takkan ada yang mengira b-bahwa Anda sudah tiga puluh lima," kata Horatia berbaik hati.
Ini memang kenapa sih, dengan usia tiga puluh lima tahun? Gak setua itu juga kali usia segitu. Astaga, Horryy! Gemes banget aku sama anak ini
Mendengar pernyataan itu, pecahlah tawa Lord Rule. "Terima kasih," katanya sambil membungkuk. "Namun, menurut saya pria berusia tiga puluh lima tidak cocok menjadi suami untuk perempuan tujuh belas tahun."
Di buku ini ada banyak banget percakapan maupun narasi yang bikin aku ketawa ngakak. Dan ini baru di halaman 40 lho, aku mulai baca buku ini tengah malam, hampir setiap halamannya pasti ada aja yang bikin aku ketawa. Terus, waktu itu tiba-tiba udah adzan subuh aja. Nah, selesai sholat, aku niatnya mau tidur sebentar aja. Aku sama sekali belum tidur karena pengen baca buku ini sampai selesai, hehe... Tapi waktu itu aku gak bisa tidur, lho... Entah berapa kali aku tiba-tiba ngakak karena gak tahan, masih ingat aja ulah Horry, gimana riweuhnya kakak lelakinya yang meskipun adiknya itu sudah menikah, tenyata ia masih harus turun tangan untuk membereskan kekacauan yang dibuat adik bungsunya itu. Juga gimana so' so' tenangnya Rule menghadapi Horry, padahal jelas-jelas dia kerepotan dengan segala huru-hara yang dibuat Horry hampir ke mana pun ia pergi.
Horry berpikir, dengan ia mengorbankan diri menjadi istri Rule, maka segala keruwetan dalam keluarganya tentang pinangan itu dan terutama masalah yang dihadapi Elizabeth pun akan selesai.
Nah, (((mengorbankan))) diri!
Horry bener-bener ya... udah kayak ritual persembahan apa aja dong.
...
Lalu, bagaimana dengan Rule?
Setelah Horry menjelaskan alasan tentang mengapa Rule tidak boleh menikahi Elizabeth, dan dengan segala timbal balik yang harus mereka berdua sepakati, Rule yang awalnya kebingungan dan merasa geli dengan tawaran Horry, ternyata bersedia untuk menikahi putri bungsu keluarga Winwood tersebut.
Sampai kesepakatan itu dibuat, Rule masih tidak peduli Miss Winwood mana yang akan ia nikahi. Ia tidak peduli, apakah itu Elizabeth ataukah Horatia. Rule hanya ingin menikah dengan salah satu putri dari keluarga Winwood karena dikenal memiliki martabat dan harga diri yang tinggi. Lagi pula, keinginan dia yang sebenarnya memang hanya butuh segera menikah, memiliki seorang istri yang tidak mencampuri urusannya, dan yang terpenting memiliki keturunan untuk penerus keluarganya. Tidak ada dalam kamus Rule, bahwa pernikahannya harus diawali dengan jatuh cinta terlebih dahulu.
Semacam simbiosis mutualisme, Horry, selayaknya anak bungsu yang selalu mendapat perhatian lebih dari orang tua dan kakak-kakaknya, dengan kelabilan dan ulahnya yang kadang membuat keluarganya kewalahan, ia berjanji, jika mereka menikah, ia tidak akan merepotkan dan tidak akan mencampuri urusan Rule.
Horry benar-benar merasa lega, ia tidak menyangka Rule akan bersedia menerima tawarannya. Bebannya terangkat begitu saja. Iya, padahal gak ada juga yang meminta dia untuk melakukan semua ini lho... Beban dan overthinking-nya dia bikin sendiri!
Dia juga merasa telah menjadi malaikat penolong untuk Elizabeth, sekaligus menjadi seorang perempuan yang begitu bijaksana.
Selain tentang kepercayaan dirinya, ada satu bagian lain dari diri Horry yang membuat aku menyukai dan mengagumi sosoknya. Ia adalah sosok adik yang begitu peduli dengan kebahagiaan kakaknya. Terutama Elizabeth yang saat itu tengah berada dalam kebingungan, yang membuat Horry yakin, bahwa ia memang harus melakukan sesuatu untuk kebahagiaan Elizabeth. Tapi, ia pun mengalami dilema; benarkah ia harus melakukan ini?, tidakkah ia merebut sesuatu yang mungkin seharusnya memang menjadi hak Elizabeth? Elizabeth yang begitu menyayanginya dan sangat ia sayangi juga.
"Aku merasa telah memanfaatkan kasih sayang seorang saudari demi kepentinganku" (halaman 52)
Karena melalui pernikahannya dengan Rule, Horry memiliki keinginan untuk bisa mencoba melakukan banyak hal tanpa mendapat larangan dan nasehat dari keluarganya. Larangan dan nasehat yang selama ini selalu dikaitkan dengan usianya yang masih remaja. Dengan menikah, ia berharap akan terbebas dari pengawasan kakak-kakaknya, terutama mengenai hobinya bermain kartu.
Sosok Rule yang maskulin dan sering menunjukkan ketidak pedulian pada sekitarnya, sebenarnya ia adalah sosok pria yang penyayang. Hal ini terbukti setelah ia menikah. Berbanding terbalik dengan kesepakatan yang telah dibuat, ia selalu dihadapkan dengan ulah Horry yang merepotkan, tak masuk akal dan kerap melakukan banyak hal tanpa berpikir panjang sebelumnya. Namun manisnya, bagaimanapun ulah istrinya itu, Rule selalu membela dan selalu ada untuk Horry. Semenjak menikah, Rule memang begitu peduli kepada Horry. Ia memperlakukan istrinya dengan baik, penuh perhatian dan kasih sayang.
Namun, apakah semua perlakuan Rule tersebut sekadar formalitas untuk memenuhi kesepakatannya saja? Karena jelas-jelas mereka menikah bukan karena cinta, dan mereka juga telah sepakat untuk tidak saling ikut campur urusan masing-masing. Ataukah, semua perlakuan Rule untuk Horry itu benar-benar tulus? Mungkinkah jika mereka menjadi saling jatuh cinta?
...
Suka banget sama buku ini!
Earl of Rule dengan kepribadiannya yang tenang. Sedangkan Horatia, dengan kepolosannya sering melakukan banyak hal tak terduga dan tanpa berpikir panjang sebelumnya.
Ini adalah buku karya Georgette Heyer (1902-1974) yang pertama aku baca, yang kemudian membuat aku jatuh hati dengan karya-karya Heyer lainnya yang menurut aku punya ciri khas tersendiri.
The Convenient Marriage ini sebuah bacaan yang sangat menghibur, cerdas dan dipaparkan dengan sangat menarik. Beberapa bagian ditulis dengan begitu detil, sampai kadang saat membacanya itu aku mikir; "Ini penting banget ya untuk dijelaskan sedetil ini?". Kayak semacam nggak harus juga sebetulnya untuk dijelaskan sedetil itu. Tapi, dengan kepiawaian penulis, penuturan-penuturan yang ditulis dengan detil itu, baik dalam bentuk dialog ataupun narasinya, sama sekali tidak membosankan untuk dibaca. Malah sangat menarik untuk diikuti.
Salah satu contohnya seperti saat Horatia akan pergi ke pesta. Dengan teramat detilnya, penata rambut Horatia menjelaskan beberapa model rambut yang harus dipilih oleh Horatia. Dan penjelasan model rambut itu aja, bisa menghabiskan sampai sekitar satu halaman dong . Menurut aku, hal ini menjadi salah satu ciri khas yang kaya dari karya-karya Heyer. Dari sini, bisa diketahui betapa luasnya wawasan penulis dan betapa dalamnya juga usaha penulis untuk meneliti setiap aspek yang dibutuhkan dalam karyanya ini.
Meskipun bergenre roman, buku ini tidak hanya menyajikan kisah romansa saja. Tapi, ini tentang keluarga, tentang manisnya hubungan diantara saudara kandung yang juga seperti pada umumnya penuh dengan drama, tentang kepercayaan diri dan tentang bagaimana bersikap dalam menghadapi setiap permasalahan hidup.
Aku juga suka banget dengan gaya humor Heyer, hampir setiap halaman pada buku ini pasti aja ada yang bikin aku ketawa. Gak cuma ketawa, tapi benar-benar ketawa yang ngakak sebengek-bengeknya. Sampai sekarang pun, setelah dua mingguan lebih dari aku selesai membacanya, aku masih aja suka tiba-tiba ketawa karena teringat adegan dan dialog pada buku ini.
Kekurangan buku ini cuma satu, persis seperti kutipan dari Jane Austen:
"If a book is well written, I always find it too short"
Nah! buat aku, seperti itulah buku ini. Masih kurang panjang ceritanya!. Dan aku gak tahu bagaimana aku harus menjalani hari esok, aku gak tahu harus ngapain. Gak kebayang aja bagaimana aku bisa move-on dari sosok Lord Rule ini! OMG!! Eh, tapi kadang aku ingat selain Rule itu sudah menikah, dia juga hidup di abad ke-19, sedangkan aku disini di abad 21. Hal ini sering menyadarkan aku, membuat aku tetap waras bahwa kami tidak mungkin bisa bersatu, hehehe...
0 Comments