Astronomy
Islam Is My Life
Science
BULAN SABIT, Antara Sains dan Simbol
August 16, 2012(Bestari) |
Bulan
sabit telah lama dijadikan simbol dari segala hal yang bernuansa
islami. Penggunaannya sangat luas, mulai dari simbol di atas kubah
masjid, gerakan kepalangmerahan, lambang partai politik, hingga lambang
sejumlah negara. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah sabit tegak
mirip huruf C.
Bentuk bulan sabit berbeda-beda bergantung dari
posisi tempat terkait di muka Bumi. Di sekitar khatulistiwa, posisi
bulan sabit seperti huruf C telentang. Menjauhi khatulistiwa, bentuknya
makin miring mirip huruf C.
Di daerah yang terletak pada 40-60
derajat Lintang Utara atau Lintang Selatan, bentuk bulan sabit terlihat
tegak seperti huruf C.
Helmer
Aslaksen, pengajar Departemen Matematika di National University of
Singapore dalam artikel "What Does the Waxing or Waning Moon Look Like in
Different Parts of the World?" menyatakan, bulan sabit muda di belahan
Bumi utara, yang menandai awal bulan dalam penanggalan Hijriah, terlihat
mirip huruf C terbalik. Adapun bulan sabit tua yang menandai akhir
bulan Hijriah akan berbentuk mirip huruf C.
Artinya, fase Bulan
dari sabit muda hingga sabit tua di belahan Bumi utara bergeser dari
bagian kanan Bulan ke bagian kiri. Kondisi ini terjadi karena gerak
Bulan di belahan Bumi utara searah dengan jarum jam.
Sebaliknya,
di belahan Bumi selatan, bulan sabit muda terlihat mirip huruf C dan
sabit tua mirip huruf C terbalik. Bulan di belahan Bumi selatan bergerak
berlawanan arah jarum jam.
Di khatulistiwa, bulan sabit muda dan
tua bentuknya sama, hanya ditentukan oleh posisi dan waktu terlihatnya.
Bulan sabit muda yang terlihat di ufuk barat setelah Matahari terbenam,
sedangkan bulan sabit tua terlihat di ufuk timur sebelum Matahari
terbit.
Di khatulistiwa, semua benda langit terbit dan terbenam
tegak lurus terhadap horizon (ufuk). Ini membuat bulan sabit muda
ataupun sabit tua sama-sama telentang ke atas.
Arah sabit luar
Bulan selalu menunjukkan arah datangnya sinar Matahari. Saat sabit muda,
sinar Bulan berasal dari Matahari menjelang terbenam. Sedangkan pada
sabit tua, sinar Bulan berasal dari Matahari yang belum terbit. Ini
sebabnya tak ada bentuk sabit telungkup.
Simbol
Selain
kesalahan penentuan posisi bulan sabit berdasarkan wilayah, kata
Judhistira, bentuk bulan sabit yang digambarkan banyak yang berbeda
dengan kondisi riil di alam. Sejumlah simbol menggambarkan bentuk sabit
hampir seperti lingkaran penuh dengan kedua ujung sabit hampir bertemu.
Di alam bulan sabit selalu membentuk setengah lingkaran. Ini karena hanya separuh Bulan yang menerima pancaran sinar Matahari.
Penempatan
bintang di antara ujung sabit juga tidak tepat. Bagian gelap di tengah
bulan sabit bukan ruang kosong, tetapi bagian Bulan yang tidak menerima
pancaran sinar Matahari.
Seperti benda-benda langit lain yang
memiliki gravitasi dan berputar pada porosnya, bentuk Bulan seperti
bola. Fase-fase Bulan mulai dari bulan mati, sabit muda, seperempat
pertama, tiga perempat pertama, purnama, hingga kembali lagi ke Bulan
mati terbentuk akibat dinamika Bulan yang berputar pada porosnya sembari
mengelilingi Bumi. (lihat grafis)
Kalaupun terlihat bintang, itu akan berada di dekat Bulan, bukan di lingkaran Bulan.
Penggambaran
bulan sabit telentang dapat ditemukan di sejumlah masjid lama atau
lambang Partai Masyumi di masa Orde Lama. Namun, bentuknya tidak sesuai
kondisi sebenarnya.
Penggambaran bentuk bulan sabit yang benar
ada di relief Candi Borobudur. Relief bulan sabit separuh lingkaran dan
telentang terletak di tingkat empat sisi utara Candi Borobudur.
Bahasa
simbol tidak selalu sejalan dengan sains. Tidak berarti itu salah.
Simbol dibuat tidak selalu berdasarkan realitas di alam,” kata
Judhistira Aria Utama dari Laboratorium Bumi dan Antariksa, Universitas Pendidikan Indonesia,.
Hal senada diungkapkan Guru Besar Sejarah Kebudayaan
Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Sukron Kamil. ”Bulan sabit itu soal identitas, harus
dibedakan dengan realitas,” ujarnya.
Bulan sabit sebagai simbol
Islam mulai digunakan pada masa Abdul Malik bin Marwan yang meletakkan
simbol bulan sabit pada kubah Masjid Al Aqsa di abad ke-7 Masehi. Kubah
yang dinamai Kubah As Sakhra ini berupa kubah batu, bukan yang ada di
Masjid Al Aqsa saat ini.
Simbol ini juga digunakan sebagai
lambang pasukan Islam yang dipimpin Shalahuddin Al Ayyubi dalam perang
salib pada abad ke-12. Di era modern, simbol ini digunakan di masa
Usmaniyah atau Ottoman di Turki pada abad ke-18.
Sejak itu,
simbol bulan sabit menyebar sebagai identitas kultural Islam ke seluruh
dunia. Ia banyak dijadikan lambang negara Islam atau berpenduduk Muslim,
seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Turki, Pakistan, Aljazair,
Tunisia, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Azerbaijan.
Simbol ini
juga digunakan untuk lambang yang tak terkait Islam, seperti simbol kota
Sintra di Portugal, Tranow di Polandia, Portsmouth di Inggris.
Menurut
Sukron, simbol dipakai berdasarkan kesepakatan atau konvensi semata.
Antara tanda dan makna yang dikandung biasanya memiliki hubungan logis.
”Yang penting dalam simbol bulan sabit bukan posisi atau bentuk bulan
sabit, tapi maknanya,” kata Sukron.
Penggunaan bulan sabit
sebagai penanda masjid di Indonesia, kata Sukron, berlangsung setelah
kemerdekaan dan makin masif sesudah reformasi. Hal ini seiring maraknya
penggunaan kubah sebagai atap masjid.
Masjid asli Nusantara
umumnya menggunakan atap berundak dengan ujung atas berupa tiang mirip
tusuk sate di atas Gedung Sate, Bandung, atau berupa mustaka beraneka
bentuk.
0 Comments