Book Review : The Invention of Hugo Cabret by Brian Selznick

“Kamu tahu, tidak pernah ada bagian yang berlebih dalam sebuah mesin. Jumlah dan jenis setiap bagiannya tepat seperti yang mereka butuhkan...

“Kamu tahu, tidak pernah ada bagian yang berlebih dalam sebuah mesin. Jumlah dan jenis setiap bagiannya tepat seperti yang mereka butuhkan. Jadi kupikir, jika seluruh dunia ini adalah sebuah mesin yang besar, aku pasti berada di sini untuk tujuan tertentu. Dan itu berarti, kamu berada di sini juga untuk tujuan tertentu.” (halaman 388)

Kehadirannya bagaikan hantu. Hugo menyelinap dari satu bilik ke bilik lain, menyusuri lorong tak terlihat, dan mengendap-endap di bawah temaram lampu stasiun kota. Tak seorang pun tahu, Hugo menyembunyikan sebuah rahasia besar warisan almarhum ayahnya, satu-satunya pengikat dirinya dengan masa lalu sekaligus masa depan. Namun, semua berubah ketika dia berjumpa seorang pria tua berwajah muram yang selalu berusaha menguak rahasia besar Hugo. Apa hubungan antara pria tua itu dengan rahasia Hugo?

The Invention of Hugo Cabret, sebuah sajian unik yang bukan hanya memukau pembaca lewat jalinan kisah mengagumkan, tetapi juga menghibur lewat goresan ilustrasi yang matang dan kaya makna. Bertutur tentang rahasia yang hilang dan kekuatan mimpi, karya spektakular ini layak untuk disimak.


Identitas Buku
Judul : The Invention of Hugo Cabret
Penulis dan Ilustrasi Isi: Brian Selznick
Penerjemah : Marcalais Fransisca
Kategori : YA, Anak-Anak, Middle Grade, Historical Fiction, Graphic novels
Tebal : 543 halaman, 14x21 cm
ISBN : 978-979-433-681-6
Penerbit : Mizan Fantasi
Softcover, Cetakan Pertama, Januari 2012

Review (((Spoiler Alert)))
Bersetting waktu pada tahun 1930, buku ini berkisah tentang seorang anak laki-laki berusia 12, Hugo Cabret. Hugo yang juga sudah tidak memiliki ayah dan ibu ini, tinggal disebuah kamar berukuran kecil di kawasan sebuah stasiun kereta di Paris. Awalnya, kamar tersebut milik pamannya yang bekerja sebagai penjaga dan perawat jam-jam yang ada di stasiun. Setelah pamannya juga meninggal, Hugo tinggal sendirian di kamar yang kemudian ia sebut sebagai ruang rahasia. 

Setelah pamannya meninggal, tanpa diketahui oleh penjaga stasiun, Hugo-lah yang kemudian mengerjakan tugas pamannya merawat jam-jam di stasiun setiap harinya. Hugo bertahan hidup dengan cara mencuri makanan dari kios-kios yang ada di stasiun. Tidak hanya itu, dia juga mencuri mesin-mesin kecil dari toko mainan milik seorang kakek tua bernama Georges.

Mesin-mesin kecil berupa, gir dan per hasil curiannya itu ia gunakan untuk memperbaiki bagian yang hilang dan rusak dari automaton, sebuah benda mirip robot yang bekerja dengan gir dan putaran roda. Dengan berbekal dari sebuah buku catatan yang dibuat oleh ayahnya mengenai automaton tersebut, Hugo berusaha untuk memperbaikinya.

Awalnya, automaton itu berada di museum tempat ayah Hugo bekerja. Kemudian Ayahnya berniat untuk memperbaikinya. Namun suatu hari, ayah Hugo terperangkap di museum dan pada saat itu juga terjadi kebakaran. Ayah Hugo tewas pada peristiwa itu. Hugo menemukan automaton itu di antara puing-puing museum yang terbakar. Sejak saat itulah Hugo menjadi anak yatim piatu. Ia lalu dirawat oleh Pamannya, Claude Cabret. Pamannya ini bekerja sebagai tukang merawat jam di stasiun. Paman Claude yang hobi mabuk itu membawa Hugo ke stasiun. Namun, tidak lama setelah itu pamannya tewas tenggelam di sungai akibat mabuk berat sebelumnya.

Pada suatu hari, aksi Hugo saat mencuri di toko mainan itu diketahui oleh pemiliknya. Hugo disuruh untuk mengeluarkan seluruh isi kantong bajunya, tidak terkecuali buku catatan tentang automaton yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Anehnya, saat Hugo mengeluarkan buku catatan itu dan Georges memeriksanya setiap lembarnya, Georges nampak sangat terkejut. Georges pun merampas buku catatan tersebut dari Hugo.

Betapa marah dan sedihnya Hugo saat buku catatan peninggalan ayahnya itu dirampas begitu saja oleh Georges. Keesokan harinya, Hugo kembali ke kios mainan untuk memintanya kembali buku catatannya, namun Georges berkata bahwa buku itu sudah dibakar. Hugo sangat kaget bercampur marah.

Bertemulah Hugo dengan Isabelle anak baptis Georges. Isabelle berkata kepada Hugo bahwa bukunya belum dibakar. Hanya disimpan di suatu tempat di apartemen tempat Georges tinggal. Namun ia tidak tahu pasti dimana Georges menyimpan buku itu. Ia berjanji akan membantu mencarikan buku itu untuk Hugo.

Beberapa hari kemudian, Hugo kembali menemui Georges di kiosnya, ia meminta bukunya kembali. Kali ini, Georges berkata bahwa Hugo harus bekerja di kiosnya untuk mengganti semua benda yang telah dicurinya selama waktu yang belum ditentukan.

Demi buku catatan itu, hari demi hari Hugo lalui bekerja di kios milik Georges. Selama waktu itu pula bagian automaton hampir selesai Hugo perbaiki. Namun, mesin itu belum bisa bekerja. Ada sebuah lubang kunci berbentuk hati yang menarik perhatiannya. Ia sangat yakin, automaton itu akan bekerja dengan baik apabila ia bisa menemukan kunci berbentuk hati untuk automatonnya itu. Ia pun sangat yakin, jika ia bisa membuat automaton itu bekerja kembali dengan baik, maka ia bisa menemukan pesan rahasia yang selama ini tersembunyi dari almarhum ayahnya yang akan dituliskan oleh automaton tersebut untuknya.

Hari itu, Hugo diajak ke bioskop oleh Isabelle. Isabelle yang belum pernah sama sekali pergi ke bioskop masuk secara diam-diam dengan bantuan Etienne teman Isabelle. Disana Isabelle bercerita bahwa papa Georges, begitu ia memanggilnya, melarang dirinya untuk menonton film. Mendengar pernyataan dari Isabelle tersebut, Hugo merasa aneh namun kemudian ia tidak memperdulikan hal itu.

Hingga pada suatu ketika, Hugo melihat bahwa kunci berbentuk hati yang selama ini ia cari ada pada Isabelle. Tanpa disadari Isabelle, Hugo mengambil kunci itu dan berlari pulang. Melihat gelagatnya yang aneh, Isabelle mengejar Hugo. Hugo yang tiba lebih dulu kekamarnya, langsung mencobakan kunci berbentuk hati itu ke lubang berbentuk hati yang ada di dada automaton itu. Isabelle yang kaget melihat automaton itu juga menjadi marah kepada Hugo saat tahu bahwa kunci berbentuk hati yang ia jadikan sebagai liontin kalungnya ada pada Hugo. Dengan sedikit enggan, Hugo pun menjelaskan kepada Isabelle semua tentang otomaton itu.

Tepat seperti dugaan Hugo, bahwa anak kunci berbentuk hati milik Isabelle tersebut pas dengan lubang yang ada pada automaton. Mesin itupun mulai bekerja. Awalnya hanya berupa coretan-coretan tidak jelas, namun semakin banyak coretan yang ditorehkan oleh automaton  tersebut, ternyata mesin itu menggambar sebuah adegan film. Di mana terdapat sebuah roket yang menancap di mata bulan. Hal lain yang mengejutkan dari automaton itu adalah gambar itu juga dibubuhi tanda tangan Georges Meliés, nama ayah baptis Isabelle alias si kakek tua pemilik kios mainan itu.

Keduanya bingung, saat itu mereka mengadukannya kepada Ibu baptis Isabelle, istri Georges, Jeanne. Tentu saja Mama Jeanne, begitu Isabelle biasa memanggilnya juga sangat terkejut sebagaimana Georges terkejut saat pertama kali membuka buku catatan Hugo. Georges mengetahui kedatangan Hugo dan gambar bulan yang yang dibuat oleh automaton itu. Bagaikan terkena serangan jantung Georges kaget dan marah histeris hingga kemudian ia lemas. Bahkan ia sampai sakit demam tinggi.

Esok harinya, mendengar cerita Isabelle bahwa papa Georges sakit dan mereka tidak mempunyai uang untuk membeli obat, Hugo membuka kios Georges dan tentu saja tanpa sepengetahuan Georges Jeanne. Siangnya, Hugo menutup kios dan pergi ke Perpustakaan Akademi Film Prancis. Ia bertemu Etienne, karyawan di sana, teman lama Isabelle, yang pernah mengajak mereka ke bioskop. Etienne yang kini telah dipecat dari bioskop karena ketahuan telah memasukkan Hugo dan Isabelle ke bioskop. Sesampainya di perpustakaan, Hugo mencari buku yang ia jadikan referensi untuk menyelidiki Georges Méliès. Benar saja. Ternyata ia adalah seorang pembuat film di era tahun 1900 hingga 1910-an. Namun, buku itu menuliskan bahwa Georges telah mati. Hugo sangat terkejut ketika membaca itu. Ia pun mengatakan kepada Etienne bahwa buku itu salah, karena sebenarnya, Georges Meliès saat ini masih hidup. Etienne pun terkejut dan ia mengajak Hugo untuk menemui Rene Tabard, gurunya yang juga merupakan penulis dari buku tersebut.

Betapa senangnya saat Rene Tabard, penulis buku itu mengetahui bahwa Georges masih hidup. Dari sejak kecil, ia memang sangat mengidolakan Georges dan karya-karyanya. Ia sangat ingin bertemu dengannya. Bersama Etienne dan Isabelle, Hugo mengatur pertemuan itu. Hugo dan Isabelle ingin sekaligus membuka pikiran Georges dan mengingatkan kembali akan masa keemasannya sebagai pembuat film. Keduanya ingin memberikan kejutan kepada papa Georges.

Dua minggu kemudian, Tabard datang ke apartemen papa Georges dan mama Jeanne. Dengan berat hati, karena sebelumnya pun, mama Jeanne tidak diberitahui tentang rencana kedatangan Tabard ke apartemennya, mengizinkan Tabard dan Etienne untuk masuk. Mereka membawa perangkat untuk memutar film. Georges yang sat itu sedang tertidur, terbangun mendengar suara bising yang dihasilkan proyektor film. Georges pun akhirnya menceritakan semua masa lalunya. Mulai dari ia menjadi pesulap lalu menciptakan automaton itu sebagai properti sulapnya. Hingga kemudian, ia terinspirasi untuk membuat film dari kesuksesan Lumiere bersaudara. Georges mencampur keahlian sulapnya dalam pembuatan filmnya, iapun sempat merengkuh kesuksesan dibidangnya itu. Namun, perang dunia I menghancurkan segalanya. Film-film Georges tidak laku dan Georges pun bangkrut. Dengan sisa-sisa uangnya, ia membuka kios mainan di stasiun setelah perang berakhir.

Enam bulan setelah pertemuan di apartemen itu, Georges setuju ketika Tabard mengajaknya untuk mengadakan acara untuk mengingatkan penduduk Paris atas film-film yang pernah dibuat oleh Georges.

Kutipan - Kutipan Favorit
1. "...waktu tidak akan berhenti. Bahkan tidak meskipun kita sangat menginginkannya" (halaman 388)

2. "Istriku adalah asistenku. Kami hidup bahagia" (halaman 415)

Kelebihan, Kekurangan dan Rating
Satu kata setelah membaca buku ini : KEREN!!!
Buku ini telah diadaptasi menjadi sebuah film, dan meskipun tidak sampai selesai, saya pernah menontonnya dan saya suka. Hingga kemudian saya membeli buku ini dan, dan, dan... selama bertahun-tahun saya membiarkannya begitu saja tanpa pernah aada kepikiran untuk membacanya. Dan beberapa hari yang lalu saya baru kepikiran untuk membacanya. Ternyata... bukunya ini lebih keren dari filmnya. Saya suka dengan ilustrasi dalam buku ini. Selain disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami, gambar sketsa sederhana yang hanya memakai garis dan arsiran pensil, yang melengkapinya mampu menjelaskan dengan detail hampir seluruh kejadian yang terjadi dalam cerita pada buku ini.

Hugo Cabret

Hugo dan Automaton

Hugo di stasiun

Georges Méliés dan Rene Tabard, saat ia masih kecil
Menurut saya, tidak ada kekurangan untuk buku ini. Meskipun awalnya saya akan menjadikan karakter Hugo yang suka mencuri itu menjadi kekurangan untuk buku ini. Namun, setelah membaca halaman demi halamannya semakin banyak, saya bisa memahami mengapa dia berlaku demikian.

Jadi, 5/5 bintang untuk buku ini,


Pada halaman 364, tertulis : "Pembuat film Georges Méliés memulai kariernya sebagai pesulap dan ia memiliki teater sulap di Paris. Pekerjaannya sebagai pesulap membantunya memahami kemampuan media baru ini. Ia adalah salah satu orang pertama yang menunjukkan bahwa film tidak harus mencerminkan kehidupan nyata. Ia segera menyadari bahwa film memiliki kekuatan untuk mewujudkan mimpi."

Dengan membaca buku ini saya juga jadi tahu bahwa ternyata Georges Méliés itu nyata. Dan meskipun Georges Méliés adalah tokoh nyata, dalam buku ini kepribadiannya adalah hasil imajinasi Brian Selznick sepenuhnya. Hugo dan Isabelle pun hanya fiksi. Nah bagi yang belum baca buku ini, ayo deh, baca!!! :)

Review ini diikutsertakan dalam Tantangan Baca Ulas 2015 Season 2

You Might Also Like

2 Comments