Islam Is My Life
Science
MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
October 03, 2012Novak (1984 : 20) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang ti...
Novak (1984 : 20) mendefinisikan
miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu
pernyataan yang tidak dapat diterima.
Suparno (1998 : 95) memandang
miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan
konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan
konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang
tidak benar.
Dari pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai
suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima oleh para ilmuwan.
Miskonsepsi didefinisikan
sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan,
hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk
kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi.
Konsepsi tersebut
pada umumnya dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau
dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia
pengalaman mereka sehari-hari dan hanya merupakan eksplanasi pragmatis
terhadap dunia realita. Miskonsepsi siswa mungkin pula diperoleh melalui
proses pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya (Sadia,
1996:13).
Penyebab dari resistennya sebuah
miskonsepsi karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan
pengalamannya. Sekali kita telah membangun pengetahuan, maka tidak mudah
untuk memberi tahu bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi
tahu untuk mengubah miskonsepsi itu. Jadi cara untuk mengubah
miskonsepsi adalah dengan jalan mengkonstruksi konsep baru yang lebih
cocok untuk menjelaskan pengalaman kita (Bodner, 1986 : 14).
Sejumlah
miskonsepsi sangatlah bersifat resistan, walaupun telah diusahakan untuk
menyangkalnya dengan penalaran yang logis dengan menunjukkan
perbedaannya dengan pengamatan-pengamatan sebenarnya, yang diperoleh
dari peragaan dan percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu.
Jumlah siswa yang berpegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun
dengan bertambahnya umur mereka dan makin tingginya strata pendidikan
mereka. Keterampilan siswa dalam mengubah-ubah bentuk matematis
rumus-rumus yang menyatakan hukum-hukum fisika dan kelincahan mereka
dalam menggunakan rumus untuk memecahkan soal-soal kuantitatif dapat
menyembunyikan miskonsepsi mereka tentang hukum-hukum itu. Belum tentu
mereka dapat menyembunyikan hukum-hukum itu secara kualitatif, seperti
misalnya besaran mana yang merupakan sebab dan besaran mana yang
merupakan akibat pada penerapan hukum Ohm (Wilarjo, 1998 : 55).
Jadi dapat disimpulkan bahwa
menurut paradigma konstruktivis, dalam pikiran setiap orang terdapat
skemata. Melalui skemata itu ia mampu membangun gambaran mental tentang
gejala-gejala yang dialaminya. Miskonsepsi didefinisikan sebagai
konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi yang benar, hanya dapat
ditemukan dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus
lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Miskonsepsi akan terbentuk
bila gambaran mental seseorang tidak sesuai dengan konsepsi seorang
ilmuwan.
Suatu miskonsepsi muncul bila gambaran tersebut dibayangkan
secara intuitif oleh seseorang atas dasar pengalaman sehari-harinya.
Dalam menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa, kiranya perlu diketahui
lebih dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dipunyai siswa dan
dari mana mereka mendapatkannya. Dengan demikian kita dapat memikirkan
bagaimana
mengatasinya.
Diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau mendeteksi salah pengertian
tersebut yaitu melalui peta konsep, tes essai, interview klinis dan
diskusi kelas (Novak, 1985 : 94 ; Pearsall, 1996:199 ; Sadia, 1997:8 ;
Harlen, 1992:176).
a. Peta Konsep (Concept Maps)
Novak
(1985 : 94) mendefinisikan peta konsep sebagai suatu alat skematis
untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam
suatu kerangka proposisi.
Peta itu mengungkapkan hubungan-hubungan yang
berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok. Peta
konsep disusun hierarkis, konsep esensial akan berada pada bagian atas
peta. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan antara
dua konsep apakah benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat
dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar
konsep.
Pearsal (1996 : 199) menyatakan bahwa dengan peta konsep kita
dapat melihat refleksi pengetahuan yang dimiliki siswa. Dengan
mencermati kompleksitas peta konsep tersebut kita dapat mendeteksi
konsep-konsep mana yang kurang tepat dan sekaligus perubahan konsepnya.
Untuk lebih melihat latar belakang susunan peta konsep tersebut ada
baiknya peta konsep itu digabung dengan interview klinis. Dalam
interview itu siswa diminta mengungkapkan lebih mendalam
gagasan-gagasannya.
b. Tes Esai Tertulis
Guru
dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep fisika
yang memang mau diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut
dapat diketahui salah pengertian yang dibawa siswa dan salah pengertian
dalam bidang apa. Setelah ditemukan salah pengertiannya, beberapa siswa
dapat diwawancarai untuk lebih mendalami mengapa mereka punya gagasan
seperti itu. Dari wawancara itulah akan kentara dari mana salah
pengertian itu dibawa.
c. Interview klinis
Interview
klinis dilakukan untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih
beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau
beberapa konsep fisika yang essensial dari bahan yang mau diajarkan.
Kemudian, siswa diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai
konsep-konsep di atas. Dari sini dapat dimengerti latar belakang
munculnya miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana mereka
memperoleh miskonsepsi tersebut.
d. Diskusi dalam Kelas
Dalam
kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep
yang sudah diajarkan atau yang mau diajarkan. Dari diskusi di kelas itu
dapat dideteksi juga apakah gagasan/ide mereka tepat atau tidak (Harlen,
1992:176). Dari diskusi tersebut, guru atau seorang peneliti dapat
mengerti konsep-konsep alternatif yang dipunyai siswa. Cara ini lebih
cocok digunakan pada kelas yang besar dan juga sebagai penjajakan awal.
Miskonsepsi sangatlah resisten
dalam pembelajaran bila tidak diperhatikan dengan seksama oleh guru. Di
bawah ini diberikan beberapa contoh miskonsepsi yang sering dijumpai
pada siswa.
Gerak
Gerak berkaitan dengan perubahan posisi benda seperti gerakan cepat dari kereta bawah tanah ini sumber : wikipedia.org |
Banyak
siswa juga punya salah pengertian tentang percepatan gravitasi.
Kebanyakan siswa secara spontan mengatakan bahwa sebuah benda yang lebih
berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan pada peristiwa
gerak jatuh bebas.
Beberapa siswa malah masih menganggap bahwa bola besi
dan bola plastik yang dijatuhkan bebas dari ketinggian yang sama akan
sampai di tanah dalam waktu yang berbeda karena bola besi akan jatuh
lebih cepat dari bola plastik. Padahal menurut prinsip fisika, kedua
benda itu akan jatuh dengan percepatan yang sama dan waktu yang ditempuh
sampai ke lantai juga sama (bila tidak ada unsur lain yang
mempengaruhi).
Cukup banyak siswa juga berpikir bahwa jika dua benda
bergerak dalam waktu dan percepatan yang sama, mereka akan punya jarak
tempuh sama pula. Mereka lupa bahwa kecepatan awal perlu diperhitungkan
karena unsur itu yang membuat jaraknya berbeda. Menurut beberapa
penelitian, salah pengertian terbanyak terjadi pada gerak parabola.
Siswa masih sulit menangkap mengapa kecepatan pada puncak suatu
projektil adalah nol, meski percepatannya tidak nol. Mereka berpikir
bahwa jika kecepatan itu nol, percepatannnya juga harus nol (Suparno,
1998:97).
Gaya, massa, dan berat
Gaya (bisa tarik atau tolak) timbul karena fenomena gravitasi, magnet atau yang lain sehingga mengakibatkan percepatan, sumber : wikipedia.org |
Banyak
siswa bingung dengan konsep dari gaya, massa dan berat.
Dalam fisika,
berat (G) adalah suatu gaya (F) dan punya unit newton; sedangkan massa
(m) punya satuan kilogram, dan ini bukan gaya.
Namun, banyak siswa
menuliskan bahwa berat adalah suatu massa dan punya satuan kilogram.
Beberapa siswa menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak.
Maka
mereka menangkap bahwa jika tidak ada suatu gaya, tidak akan ada suatu
gerakan. Akibatnya, mereka berpikir bahwa bila tidak ada gerak sama
sekali, juga tidak ada gaya.
Misalnya, jika seorang mendorong suatu
kereta dan kereta itu bergerak, siswa mengatakan ada suatu gaya bekerja
pada kereta itu. Namun, bila kereta itu tidak bergerak, mereka
mengatakan bahwa tidak ada gaya pada kereta tersebut, meski orang itu
mendorong kereta dengan energi yang besar. Dalam fisika, meski kereta
tidak bergerak, tetap ada gaya yang bekerja padanya.
Kerja, kekekalan energi dan momentum
Dalam
fisika, kerja (W) sama dengan gaya (F) kali jarak (S) (W = F.S). Jika
suatu gaya (F) bekerja pada suatu objek dan objek itu tidak bergerak
dalam suatu jarak tertentu (S), maka tidak ada kerja (W).
Di sini
beberapa siswa berpikir bahwa di situ ada kerja (W). Mereka sulit
mengerti mengapa jika seseorang mendorong suatu kereta dengan banyak
energi, ia tidak membuat kerja.
Mereka berpikir bahwa jika seseorang
membuat aktivitas dengan suatu energi ia membuat suatu kerja, gagasan
ini bertentangan dengan prinsip fisika yang diterima. Beberapa siswa
mengalami kesulitan untuk memahami konsep kekekalan energi. Mereka
mengalami dalam hidup mereka bahwa jika mereka mengendarai mobil atau
sepeda motor cukup lama, bensinnya akan habis.
Jika mereka bekerja giat,
mereka akan lelah kehabisan tenaga. “Bagaimana mungkin dapat dikatakan
bahwa energinya tetap/kekal?" demikian mereka menyangsikan.
Beberapa
siswa mengatakan bahwa jika dua kereta dengan kecepatan yang sama tetapi
arahnya berlawanan bertumbukan, mereka akan berhenti karena kecepatan
totalnya menjadi nol. Mereka lupa bahwa kekekalan momentum membutuhkan
resultan momentum (mv) = 0. Maka jika massanya berbeda, mereka tidak
akan berhenti langsung (Suparno, 1998:98).
Dalam Bidang Optika
Tabel Opticks, 1728 Cyclopaediasumber : wikipedia.org |
Banyak
siswa punya salah pengertian mengenai hukum refleksi cahaya kedua.
Mereka berpikir bahwa kesamaan antara sudut datang dan sudut refleksi
hanya terjadi pada suatu kaca datar.
Miskonsepsi yang sering dijumpai
adalah bahwa kita melihat sebuah benda bila kita memancarkan sinar
cahaya dari mata ke benda itu. Miskonsepsi yang lain bahwa kita dapat
melihat bayangan sekujur tubuh kita dalam cermin yang kecil asalkan kita
berdiri cukup jauh dari cermin itu. Tentu saja semuanya tidak benar,
karena ada ukuran minimum agar badan kita tampak seluruhnya dalam
cermin.
Miskonsepsi yang lazim dalam Optika ialah bahwa bila kita
menatap langit yang bertabur bintang dari bumi pada suatu malam, kita
akan melihat bintang-bintang itu berkedip-kedip, sedangkan planet-planet
tidak berkedip-kedip.
Alasan yang mendukung miskonsepsi ini adalah
karena bintang-bintang memancarkan cahaya sendiri, sedangkan planet
hanya memancarkan cahaya yang mereka pantulkan dari matahari. Bahwa
bintang-bintang menyinarkan cahaya mereka sendiri sedangkan planet hanya
sebagai pemantul memang benar, tetapi di langit malam planet juga
berkedip-kedip.
Kedip-kedipan itu disebabkan oleh berubahnya rapat udara
dalam atmosfer bumi. Lapisan atmosfer yang bergejolak ini menyimpangkan
garis pandang kita. Planet merupakan obyek yang kelihatan lebih besar
sebab letaknya lebih dekat.
Itulah sebabnya mengapa kedipan planet
kurang nyata dibandingkan dengan bintang, namun planet-planet itu toh
berkedip-kedip juga.
Dari beberapa miskonsepsi yang
telah dikemukakan ada beberapa faktor kemungkinan penyebab miskonsepsi
tersebut , antara lain :
(1) buku pelajaran, buku pelajaran yang memuat
rumus atau uraian materi yang salah dapat memicu miskonsepsi,
(2)
guru-guru yang mengalami miskonsepsi dengan sendirinya akan menjadi
penyebab utama munculnya miskonsepsi pada siswa,
(3) kesalahan bahasa,
dalam banyak kasus kesalahan bahasa ini muncul akibat budaya masyarakat
yang terlanjur salah-kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah,
misalnya pengertian berat dan massa,
(4) intuisi yang salah, ini
merupakan faktor yang paling dominan mengakibatkan miskonsepsi di
kalangan siswa, misalnya anggapan massa jenis zat padat selalu lebih
besar dari zat cair,
(5) metode mengajar yang tidak tepat, metode
mengajar yang tidak tepat akan dapat memicu munculnya miskonsepsi.
Unknown
Hey! I'm Widiani. I love books immensely, all things minimalist, and finding the beauty and something new in the everyday. I do the cooking, writing and photography. I live in Sumedang, Indonesia. Grab your favorite drink, make yourself comfy, and I hope you enjoy your time here!.
6 Comments