SEBUAH CERITA MENGAPA ALIEN MENJADI JIN (ATAU SEBALIKNYA).
January 11, 2012Surabaya, 16 September 2007
Oleh: Pak Nur Agustinus - BETA-UFO Indonesia
Alien adalah jin!
UFO itu adalah setan-setan yang mau menyesatkan manusia!
Iblis yang menyaru sebagai makhluk luar angkasa!
Itulah beberapa pernyataan yang sering muncul ketika membahas fenomena UFO. Ya, benar atau tidaknya, saya tidak tahu. Kalau sudah begini, pasti banyak orang yang akan menyarankan saya untuk membaca bukunya Muhammad Isa Dawud yang berjudul "Dialog dengan Jin Miuslim." Sebelum Anda menyarankan saya untuk melakukan itu, percayalah, saya sudah membacanya. Perlu diketahui juga, saat membacanya saya juga sempat terpengaruh dari informasi jin tersebut, kalau UFO itu adalah jin. Sehingga saya juga yakin, akan banyak orang yang terpengaruh, apalagi yang sebelumnya tidak punya latar belakang pengetahuan tentang fenomena UFO ini.
Ketika di tahun 1980an saya mulai mengenal tentang apa itu UFO atau piring terbang, saya dijejali dengan berbagai informasi tentang kehidupan dari angkasa luar. Apalagi dengan membaca testimoninya George Adamski, yang bertemu dengan Orthon, manusia dari planet Venus. Belum lagi ada yang mengatakan bertemu dengan makhluk Mars, Jupiter dan lain-lain. Di masa itu juga sedang ramai dibicarakan soal peluncuran pesawat antariksa tak berawak Pioneer dan Voyager yang menuju Jupiter, Saturnus dan kemudian mengarah ke alam raya yang luas ini. Di saat itu pula, film Star Trek, Lost in Space, Buck Rogers, sampai yang konyol seperti Mork and Mindy serta ALF, diputar di Televisi Republik Indonesia, satu-satunya stasiun tv yang ada.
Angan-angan bertemu makhluk luar angkasa
Tentu, setiap malam saya berangan-angan bisa berjumpa dengan makhluk cerdas dari luar angkasa, yang bersahabat dan mengajak saya berjalan-jalan ke alam semesta yang luas ini. Angan-angan seorang remaja, yang merasa dirinya mustahil menjadi astronaut lewat jalur NASA atau bahkan jadi pilot sebab sudah berkacamata dan giginya ada tambalannya. Angan-angan yang membuat hampir tiap malam naik ke atas atap rumah, tiduran di sana sambil membawa binocular (teropong) dan teleskop. Sesekali melihat planet Saturnus dengan cincinnya yang memukau atau melihat Jupiter dengan empat satelitnya. Bulan juga jadi sasaran dan lubang-lubang kawahnya tampak begitu artistik. Namum, tak ada UFO yang lewat di atas rumah saya. Tak ada juga ETs yang menyapa saya, meski saya sudah berulang-ulang mengirim "telepati" ke mereka. Ini karena ada tulisan yang mengatakan bahwa komunikasi ET menggunakan telepati. Bahkan sempat juga memasang panci dapur untuk ditaruh di atas rumah, ibarat radio komunikasi yang siap menerima signal aliens. Kalau mengenang masa lalu, terasa konyol memang. Tapi saya yakin, bukan saya sendiri yang melakukan hal-hal konyol seperti itu.
Majalah Mekatronika yang penuh dengan artikel ilmu dan teknologi sangat memperkaya pengetahuan saya. Terlebih sejak membaca edisi eksobiologi dengan Carl Sagan sebagai bintangnya, saya langsung jatuh hati kepada Carl Sagan dan saya tempatkan dia sebagai idola saya. Seakan dalam hati, aku ingin menjadi seperti Carl Sagan. Ada tiga buku Carls Sagan yang saya punya saat itu, The Cosmic Connection, Communication with Extraterrestrial Intelligence, dan The Dragons of Eden. Kini buku-buku Carl Sagan yang lain juga ada, seperti Contact, Cosmos, Comet dan juga The Demon Haunted World.
Mengapa saya perlu menceritakan soal Carl Sagan ini saat saya ingin bercerita soal alien dengan jin? Carl Sagan adalah merupakan salah satu ilmuwan terkemuka yang memiliki sikap skeptis yang baik. Walau dia spektis, tapi dia pernah mengatakan, "Extraordinary claims require extraordinary evidence." Beberapa bukunya seperti Cosmos (sudah pernah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia) dan juga The Demon Haunted World, menyinggung masalah UFO dan penculikan oleh aliens. Di buku yang terakhir ini, judulnya memang provokatif, karena menggunakan kata "demon" yang tentunya berkaitan dengan urusan setan, iblis dan jin. Tapi percayalah, Carl Sagan tetap menganalisanya dari sudut pandang ilmiah, sesuai dengan kepakarannya.
Kembali ke tahun 1980-an, dengan berpikir ala ilmiah, hipotesa UFO dari luar bumi (extraterrestrial) makin kuat. Apalagi dengan munculnya budaya populer tentang UFO, termasuk ditayangkannya film ET dan Close Encounters of The Third Kind karya spektakuler dari Steven Spielberg. Tidak ada satupun orang beranda-andai bahwa UFO itu dari dimensi lain atau aliens itu adalah jin.
Dari extraterrestrial ke ultradimensional
Suatu perubahan yang sangat mendasar menurut pengamatan saya dimulai dari munculnya artikel yang ditulis oleh Gordon Creighton editor Flying Saucer Review yang berjudul "The True Nature Of UFO Entities" (FSR, 33/3, Sep 88) Di artikel tersebut memuat uraian "Angels, men, and jinns" serta "The chief characteristics of the jinns" yang juga mengutip tulisan Ahmad Jamaludin, seorang peneliti UFO di Malaysia yang tulisannya pernah dimuat di FSR Vol. 28, No. 5. Tulisan Gordon Creighton ini bisa dibaca di http://www.sacred-texts.com/ufo/jinns.htm
Tentu saja tulisan dari seorang Gordon Creighton (1908 - 2003) tidak bisa diacuhkan begitu saja. Banyak pengamat UFO yang mulai jenuh dengan kebuntuan penyelidikan mereka, tiadanya bukti yang bisa dipelajari secara nyata, mulai melirik ke hipotesis ultradimensional, bahwa UFO atau aliens itu datang dari dimensi lain, yang dulu sering disebut jin atau bahkan malaikat. Bahkan lebih heboh lagi, seorang penginjil ternama Amerika Serikat yang bernama Billy Graham menulis buku yang berjudul "Angels: God's Secret Agents" yang juga dalam salah satu bagiannya membahas soal UFO.
Buku Billy Graham ini terbit di tahun 1975, nampaknya merupakan respon dari maraknya buku Erich von Daniken, "Chariots of The Gods" (1968) yang mengatakan bahwa dewa-dewa yang dipuja manusia di jaman dulu adalah makhluk yang datang dari luar angkasa. Spekulasi Daniken, meski kurang bersifat ilmiah, memang besar pengaruhnya. Banyak orang yang kemudian "runtuh imannya" dan ini membuat khawatir para pemuka agama. Berhubung dampak buku Daniken ini lebih terasa di Barat, maka kalangan pemuka agama Kristen banyak yang kalang kabut. Bahkan pengaruhnya jauh lebih besar daripada munculnya novel fiksi Da Vinci Code karya Dan Brown.
Pendapat yang mengatakan dewa-dewi itu adalah ET jelas membuat orang berpikir bahwa malaikat-malaikat yang datang menemui manusia di bumi adalah juga ET. Ini jelas tidak bagus dari segi keimanan. Malaikat adalah utusan Tuhan, jelas tidak boleh dianggap sebagai makhluk luar angkasa yang tentunya berbeda secara sifat dan definisi dengan malaikat.
Teori Daniken ini sejalan dengan beberapa penulis-penulis fenomena UFO yang mencoba mencari penampakan atau kontak manusia dengan UFO yang ada dalam kitab suci, khususnya Alkitab (Bible). Seperti misalnya "The Bible and Flying Saucer" karya Barry H. Downing (1968), "Gods or Spacemen?" karya W. raymond Drake (1964), "Mysterious Visitors; The Ufo Story" (1973) karya Brinsley LePoer Trench dan masih banyak lainnya. Kisah perjumpaan Yehezkiel (Ezekiel) dengan malaikat Tuhan yang diceritakan dalam kitab Yehezkiel (salah satu kitab dalam Alkitab, ditafsirkan sebagai perjumpaan dengan makhluk luar angkasa. Bahkan seorang ahli teknik NASA bernama Josef F. Blumrich mendesain prototipe rancangan pesawat luar angkasa dengan data yang diperolehnya lewat kitab Yehezkiel tersebut. Desain itu terdapat dalam tulisannya yang berjudul "The spaceships of the Prophet Ezekiel" (1973) Bisa dilihat di: http://www.earthportals.com/Portal_Ship/ezekiel.html
Hal-hal semacam ini tentu tidak menyenangkan para pemuka agama. Orang bisa menjadi tidak percaya akan adanya Tuhan, menurutkan derajat keagungan malaikat menjadi makhluk biasa dari luar angkasa. Menurut mereka, tentu ini jelas bisa berbahaya.
Tak heran jika kemudian penginjil tersohor Billy Graham mau tak mau ikut menyinggung soal UFO dalam bukunya tentang malaikat. Dia menulis: "Beberapa ilmuwan telah sampai pada kesimpulan bahwa mereka pikir bisa membuktikan bahwa UFO tersebut mungkin tamu-tamu dari angkasa luar. Beberapa penulis Kristen berspekulasi bahwa UFO bisa jadi merupakan pasukan malaikat Allah yang mengurus segala macam urusan fisik di jagad raya ini." Billy Graham kemudian menambahkan: " Setiap upaya untuk menghubungi bagian-bagian seperti itu dalam Injil dengan kunjungan para malaikat, hanyalah spekulasi belaka. Kita sebaiknya jangan terlalu sibuk atau terlalu terbawa emosi dengan mencoba mengidentifikasi teori-teori dan spekulai kontemporer mengenai UFO atau fenomena semacamnya dengan tulisan-tulisan injili." Jelas sekali, ada kekhawatiran di sana.
Bagaimana membuat orang kemudian tidak lagi tertarik dengan UFO? Pertama yang harus dilakukan adalah menepis spekulasi bahwa UFO itu adalah malaikat. Malaikat adalah malaikat, utusan Allah, ciptaan Allah yang bersifat gaib. Lalu berdasarkan satu ayat yang cukup ampuh dari sebuah surat rasul Paulus kepada umat di Korintus, yaitu "Memang hal itu tidaklah mengherankan, karena Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang" (2 Korintus 11:14), maka mulailah muncul persepsi baru. Jangan-jangan UFO itu bukan malaikat yang sesungguhnya namun merupakan iblis yang menyamar sebagai malaikat terang. Paulus juga menulis surat kepada umat di Efesus, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara" (Efesus 6:12).
Dua argumen ini sering dipakai untuk menjelaskan soal UFO. Roh-roh jahat di udara adalah UFO-UFO yang terbang. Di masa itu juga demam piring terbang menjadi marak melalui penuturan George Adamski yang bertemu makhluk luar angkasa yang tampan dan cantik, berambut pirang, mirip dengan gambaran umum para malaikat. Apalagi para pendatang yang mengaku dari luar angkasa ini selalu membawa pesan damai. Oleh karenanya, digunakan dasar bahwa iblis bisa menyaru sebagai malaikat, ini pukulan telak untuk para pengamat UFO di masa itu.
Masyarakat semakin skeptik
Banyak orang kemudian goyah, menjadi ragu. Apakah benar UFO itu dari luar angkasa? Barangkali sia-sialah usaha untuk mencari kebenaran tentang piring terbang? Sementara itu, pemunculan-pemunculan UFO berlangsung terus. Para pemuka agama banyak yang mengkaitkan hal ini dengan sudah dekatnya akhir jaman. Apalagi mulai banyak muncul sekte-sekte berdasarkan UFO. Nabi-nabi baru bermunculan, yang dengan segera diberi label sebagai nabi palsu. Tak heran jika kemudian, peneliti terkenal dari Perancis, Jacques Vallee menulis sebuah buku yang berjudul "Messenger of Deception: UFO Contacts and Cults" (1979). Dalam buku itu Vallee ingin menjawab pertanyaan, apakah masyarakat di bumi ini sedang dikendalikan oleh pemanipulasi pikiran? Vallee sendiri sampai pada sebuah pemikiran bahwa sebagai alternatif dari hipotesa kunjungan makhluk luar angkasa, dia juga mengajukan hipotesa kunjungan makhluk dari dimensi lain. Makhluk ini bisa jadi berada dalam multidimensi di luar ruang dan waktu, dan dapat ada bersama manusia, meski tetap tidak terdeteksi.
Sebenarnya sangat tidak sulit mendapat kesimpulan seperti itu, bahwa UFO atau aliens adalah agen-agen iblis yang mau menyesatkan manusia. Terlebih dengan kehadiran sebuah gerakan kultus UFO yang bernama Raelian pada tahun 1974. Pada tanggal 19 September 1974, Claude Vorilhon mengadakan konferensi publik pertamanya di Paris, yang langsung menarik perhatian lebih daro 2000 orang.
Vorilhon menceritakan pertemuannya dengan sosok eloha (jamak = elohim) pada tanggal 13 Desember 1973, di mana UFO-nya mendarat di gunung yang sudah tidak aktif bernama Puy de Lassolas dekat kota Auvergne, Perancis. Kemunculan dan perkembangan Raelian memang fenomenal. Jauh melebihi popularitasnya dari Billy Meier yang bertemu ET dari Plejaran. Klaim Vorhilon yang bertemu dengan makhluk-makhluk supranatural yang sering disebut-sebut dalam Alkitab, tentu saja menarik perhatian bagi orang yang skeptis terhadap kitab suci itu sendiri. Manusia adalah hasil rekayasa genetik elohim dan elohim itu adalah makhluk dari luar angkasa. Lengkap sudah dan ini sangat bikin pusing para pemuka agama.
Pemunculan artikel di Flying Saucer Review pada bulan September 1988 yang berjudul "The True Nature of the UFO Entities" karya Gordon Creighton, ditambah dengan hipotesa yang diajukan oleh Jacques Vallee yaitu hipotesa interdimensional, jelas tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi banyaknya kasus penculikan yang dilakukan oleh alien (alien abduction) yang dilaporkan. Kasus ini menjadi rumit ketika diketahui bahwa alien bisa muncul dan hilang begitu saja (materialisasi dan dematerialisasi), bisa menembus tembok bahkan bisa mempengaruhi pikiran korban yang diculiknya. Lebih jauh lagi, kasus penculikan oleh alien memiliki kemiripan dengan kasus-kasus incubus dan succubus. Succubus adalah suatu kejadian di mana setan perempuan mengajak tidur dengan seorang laki-laki dan mengumpulkan spermanya. Sementara Incubus adalah kebalikannya, yakni setan laki-laki.
Kasus incubus dan succubus ini memang lebih banyak dibicarakan di kalangan teolog dan ahli demonologi, termasuk di antaranya adalah teolog terkenal santo Thomas Aquinas (1225-74). Dia menulis dalam bukunya Summa Theologica, "Nevertheless, if sometimes children are born from intercourse with demons, this is not because of the semen emitted by them, or from the bodies they have assumed, but through the semen taken from some man for this purpose, seeing that the same demon who acts as a succubus for a man becomes an incubus for a woman." Begitu juga santo Augustinus dari Hippo dalam bukunya "On The Trinity" mengemukakan, "Devils do indeed collect human semen, by means of which they are able to produce bodily effects; but this cannot be done without some local movement, therefore devils can transfer the semen which they have collected and inject it into the bodies of others."
Astaga! Bukankah hal ini mirip dengan berbagai kasus penculikan oleh alien yang terjadi di masa kini? Sebut saja misalnya kasus Antonio Villas Boas, seorang petani asal Brasil. Ia diculik dan diajak bercinta oleh alien perempuan yang cantik dalam piring terbang. Majalah Psychology Today pernah juga mengangkat tema ini secara serius dengan tulisannya yang berjudul "Alien Abductions: The Real Deal?" oleh Kaja Perina. Dalam artikel itu diulas tentang penelitian Dr. John E. Mack, seorang psikiater Harvard, bahwa kasus penculikan oleh alien mirip dengan gejala sleep paralysis (tindihen) dengan halusinasi hypnopompic. Mack menggunakan regresi hipnosis untuk menggali secara detail ingatan mengenai 13 pertemuan dengan alien, semua berhubungan dengan penculikan. Mack juga sepakat bahwa penculikan oleh aliens ini bisa berkaitan dengan makhluk-makhluk interdimensi atau dari dimensi lain.
Nama John E. Mack menjadi terkenal di kalangan peneliti UFO. Apalagi John Mack adalah psikiater dari Harvard, jelas menunjukkan kredibilitas tersendiri. UFO mulai dilirik oleh para akademisi secara serius. Ini kabar gembira, tapi juga di sisi lain, para penganut hipotesa extraterrestrial menjadi ragu dan bingung. Benarkah makhluk-makhluk pembawa UFO itu adalah makhluk dari dimensi lain? Secara teori memang memungkinkan adalah alam semesta paralel (paralel universe). Lalu, apakah jika dianggap para aliens itu datang dari dimensi yang berbeda, maka hal itu sama dengan makhluk-makhluk yang tidak kasat mata, termasuk di antaranya yang sering disebut dengan istilah "jin"?
Heboh dialog dengan jin muslim
Pada tahun 1995, di Indonesia mulai heboh dengan munculnya buku yang berjudul "Dialog dengan Jin Muslim." Buku ini sendiri pertama kali terbit pada tahun 1992. Penulisnya, Muhammad Isa Dawud, konon adalah seorang reporter asal Mesir yang bekerja di Arab Saudi. Dia membuat menulis pengalaman spiritualnya berkomunikasi dengan sahabatnya, jin muslim yang berasal dari Bombai, India, yang telah berusia 180 tahun. Jin tersebut memberi informasi kepada Muhammad Isa Dawud bahwa markas besar jin terletak di Segitiga Bermuda. Lebih seru lagi, ketika mengomentari soal penampakan UFO di Amerika, jin tersebut berkata, "Aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, bahwa mereka adalah jin. Akan tetapi lazimnya, mereka menampakkan diri dalam sosok yang lebih tinggi dan besar daripada sosok mereka yang sesungguhnya."
Buku ini langsung disambut oleh banyak penggemarnya, terutama di Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Tak banyak orang Barat yang tahu tentang sosok Muhammad Isa Dawud. Apakah ini adalah nama asli atau nama samaran, atau informasi lebih detail tentang penulisnya, sangat sulit ditemukan. Yang sering menjadi perdebatan adalah, bagaimana informasi yang diperoleh dari makhluk yang disebut "jin" ini bisa dipercaya? Jika rahasia UFO itu diungkapkan begitu mudahnya oleh sosok "jin" tersebut, mengapa sampai saat ini misteri UFO belum terungkap? Sebagian berpendapat, barangkali "jin" mau membonceng ketenaran UFO dalam budaya masyarakat modern. Yang lain mengatakan, "jin" memanfaatkan fenomena UFO tersebut dan melakukan aktivitas yang sudah dilakukannya dari dulu, hanya saja kini dengan gaya baru. Lalu, apakah UFO dari luar angkasa itu tetap ada? Atau memang sebenarnya tidak ada?
Kompromi yang terjadi adalah, menerima keberadaan makhluk UFO dari berbagai jenis. Ada yang dari luar angkasa dan ada juga yang datang dari dimensi lain. Sebagian lagi beranggapan, jin adalah jin, aliens adalah aliens. Dua hal yang berbeda.
Lebih jauh lagi, ada kasus pengalaman diculik alien yang terkenal di tahun 1961 yang menimpa pasangan suami istri Barney dan Betty Hill. Pasangan ini fenomenal karena laki-lakinya adalah orang berkulit hitam sementara istrinya berkulit putih. Padahal suasana diskriminasi ras di Amerika Serikat masih kuat saat itu. Makin menarik ketika ada seorang guru yang berhasil menemukan lokasi peta bintang yang dilihat oleh Betty Hill saat di dalam pesawat UFO tersebut. Bintang itu adalah Zeta 2 Reticuli. Apakah hasil ini menggembirakan? Titik terang dari pencarian panjang makhluk cerdas dari luar angkasa? Belum tentu.
Makhluk dari Zeta adalah Zetan = Setan?
Asal usul dari Zeta 2 Reticuli ini dengan mudah dipersepsi sebagai makhluk-makhluk jahat utusan iblis. Mengapa bisa begitu? Karena makhluk dari Zeta akan disebut dengan istilah Zetan, yang dari nama itu terdengar mirip dengan satan atau setan. Plesetan istilah ini makin memperkuat para pemuka agama di Barat yang ingin mengatakan bahwa UFO itu adalah pasukan setan, oleh karena itu tidak perlu dipuja, diharap-harapkan apalagi diteliti.
Memang, bagi para pengamat UFO, jika ada informasi yang tidak disetujuinya maka sering dianggapnya sebagai sebuah disinformasi. Namun menganggap orang seperti Jaques Vallee dan John E. Mack sebagai agen disinformasi jelas tidak tepat. Dedikasi mereka terhadap penelitian UFO benar-benar luar biasa. Dr J. Allen Hynek, ufolog ternama dari Amerika Serikat, juga setuju dengan hipotesa interdimensional ini.
Hipotesa interdimensional ini sering juga disebut dengan hipotesa Ultraterrestrial atau "Cosmic Trickster." Hipotesa ini pada dasarnya memiliki dua arti. Pertama, beberapa penampakan UFO adalah pesawat alien yang datang dari dimensi paralel atau yang mirip, atau mereka adalah pesawat buatan manusia yang datang dari masa depan. Kedua, teori ini berhubungan dengan hipotesa psikososial, yang mana seperti malaikat, setan dan makhluk supernatural lainnya merupakan manifestasi dari alien yang berusaha untuk mengontrol nasib manusia, di mana penampakan-penampakan UFO merupakan bagian dari proses itu.
Lalu, teringat kembali kata-kata Dr. Ellie Arroway, tokoh fiksi dalam novel Contact karya Carl Sagan, "I'll tell you one thing about the universe, though. The universe is a pretty big place. It's bigger than anything anyone has ever dreamed of before. So if it's just us... seems like an awful waste of space. Right?"
Terlepas dari apakah UFO itu dari luar angkasa, atau dari dimensi lain, yang jelas kita tidak sendiri di alam semesta ini. Sepertinya slogan dalam film Close Encounters of the Third Kind berusaha menjawab kerinduan serta rasa ingin tahu kita. "We are not alone."
1 Comments