Adakah Jarak antara Agama dan Ilmu Pengetahuan?
May 12, 2012
Hingga kini, para ilmuwan tidak bisa menebak asal mula kehidupan atau
bagaimana kehidupan itu dimulai di muka bumi.
Sebagaimana mereka tak
mengerti mengapa dan bagaimana manusia memiliki keunikan dengan
kemampuannya untuk mengetahui dan berpikir yang merupakan sarana untuk
memperoleh ilmu pengetahuan.
Kita mengenal perbedaan antara kematian dan
kehidupan, manusia dan binatang, yang tuli dan yang mendengar, buta dan
melihat, bijaksana dan bodoh. Tetapi kita tidak mampu memahami lebih
jauh perbedaan-perbedaan tersebut, atau kita tidak mampu mengubah orang
mati menjadi hidup, binatang menjadi manusia yang berpikir, yang tuli
menjadi mendengar, buta yang buta melihat, dan yang lemah akal menjadi
bijaksana.
Di antara ujian terbesar terkait keyakinan terhadap Allah adalah saat
kita menghadiri kematian seorang sahabat yang kita sayangi. Kita sama
sekali tidak berdaya untuk mengembalikan hidupnya. Saat itu kita melihat
Allah, merasakan kekuasaan-Nya dan mengenali keperkasaan dan
hikmah-Nya.
Dalam situasi seperti inilah kita memahami firman Allah
berikut,
‘Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, ‘Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit.’’ (al-Isra’: 85)
Menurut ayat ini, kita dikaruniai pengetahuan terbatas yang
memungkinkan kita mengenali Pencipta yang mengaruniai nikmat hidup.
Pengetahuan yang terbatas tersebut memungkinkan kita untuk melihat Allah
dan memahami keberadaan-Nya. Kemampuan-kemampuan tersebut membimbing
kita kepada fakta yang logis, dimana harus ada satu Pencipta yang
menciptakan alam semesta yang luar biasa seperti ini, dan memeliharanya
dengan cara-cara yang sedemikian hebat.
Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah cacat dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta (Albert Einstein) |
Di dalam Islam, agama atau keyakinan tentang Allah harus dicapai
dengan logika yang diberikan kepada manusia, sebagaimana firman Allah,
‘Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’ (ar-Rum: 30)
Pesan serupa terdapat dalam ayat,
‘Berkata rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’ (Ibrahim: 10)
Sebagian orang mengklaim bahwa ilmu pengetahuan berpijak pada
serangkaian eksperimen, sementara agama bukanlah ilmu pengetahuan karena
ia berpijak pada keyakinan.
Sesungguhnya itu adalah statemen yang tak
benar karena tidak seorang pun sudah menguji atau melihat konstruksi
dari atom-atom, Artikel alam semesta, magnet atau muatan listrik,
komponen-komponen dari gelombang elektromagnetik, konsep-konsep fisika
kuantum, dan lain-lain. Semua model tidak lebih dari sekedar
asumsi-asumsi logis.
Semua ilmu fisika kuantum atau mekanika tidak
bergantung pada argumentasi-argumentasi yang teruji, melainkan berpijak
pada postulat-postulat logis.
Sebagaimana tiga hukum dari empat hukum Thermodinamik dan Zeroth,
dimana hukum kedua dan ketiganya merupakan argumentasi-argumentasi yang
tidak teruji. Inti dari termodinamik bergantung pada hukum yang kedua,
suatu hukum yang bergantung pada aksioma-aksioma logis atau penalaran
logis dan membentuk dasar utama ilmu pengetahuan tersebut. Termodinamik
merupakan salah satu ilmu pengetahuan rancang-bangun dasar untuk
mengkarakterisasi energi dan mekanisme-mekanisme konversi energi. Salah
satu hasil dari hukum yang kedua adalah apa yang disebut ‘Entropi’.
Sifat seperti itu ditemukan melalui penalaran logis dan tidak bisa
secara langsung diukur atau dirasakan.
Bagaimanapun, ia adalah kunci untuk setiap analisis energi. Tidak
seorang pun boleh mengklaim bahwa entropi bukan suatu konsep yang
ilmiah.
Dengan alasan yang sama, kita dapat melihat dasar agama. Keyakinan
tentang Allah adalah suatu fakta yang dapat ditemukan dengan pemikiran
logis. Keyakinan atau fakta tersebut mengarahkan kepada
penjelasan-penjelasan logis bagi mereka yang sudah menemukan alam
semesta yang tertib, menemukan evolusi-terkontrol, dan penemuan-penemuan
lain. Banyak gejala atau mukjizat-mukjizat yang ditemukan di alam
semesta itu tidak menemukan penjelasan yang masuk akal tanpa menyertakan
keyakinan yang pasti tentang Allah.
Akhirnya, keimanan terhadap Allah adalah satu-satunya fakta yang
menawarkan jawaban logis atas pertanyaan-pertanyaan logis yang
diungkapkan al-Al-Qur’an berikut ini:
‘Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau
merekakah yang berkuasa?’ (at-Thur: 35-37)
Di dalam ayat-ayat ini, Allah memandu kita kepada Hikmah-Nya dengan
penalaran logis yang memberi jawaban tentang alam semesta secara ilmiah.
Di dalam Islam, Ilmu pengetahuan dan agama itu serasi. Di dalam
al-Qur’an Allah meminta kita untuk meneliti hikmah-Nya pada alam
semesta. Allah berfirman kepada kita bahwa Kitab Nya al-Qur’an
diturunkan dengan hikmah dan ilmu pengetahuan,
‘Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.’ (an-Naml:6)
Penemuan-penemuan dari Para ilmuwan Islam di masa kejayaan Islam
hanya berusaha untuk melihat bagaimana alam semesta ini, termasuk semua
makhluk, bumi, matahari, bulan dan bintang-bintang itu diciptakan dan
berjalan sesuai pengetahuan dan kehendak satu Tuhan. Mereka melakukan
penelitian-penelitian mereka sebagai suatu tugas ukhrawi sesuai perintah
di dalam al-Qur’an:
‘Katakanlah, ‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.’ (al-‘Ankabut: 20)
Islam adalah suatu agama sederhana yang memotivasi pikiran kita untuk
memiliki iman yang logis tentang Allah yang Maha Esa. Tidak ada
dogma-dogma ditemukan di dalam Islam. Para ilmuwan Islam meneliti alam
semesta, sesuai pesan di dalam ayat, untuk menemukan hikmah dan ilmu
pengetahuan guna memperkuat keyakinan mereka yang logis.
‘Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.’
(al-Hijr: 19)
Ayat ini menyatakan suatu fakta ilmiah mengenai penciptaan bumi,
yaitu keseimbangan. Allah merancang bumi dengan luas dan kandungan yang
dapat memelihara lingkungan agar tetap dalam satu keseimbangan yang
cermat, untuk mengakomodasi hidup kita di permukaannya.
Ini adalah sarana untuk memahami ayat tersebut dan untuk memahami
Hikmah dari Penciptanya berdasarkan pengetahuan dan logika ilmiah.
Sebanyak kita mengenal, semakin yakin pemahaman kita terhadap ayat ini
dan semakin kuat iman kita kepada Allah.
Dengan penemuan-penemuan ilmiah kita menemukan hikmah dari
Penciptanya di dalam mengadaptasikan kondisi-kondisi kosmik untuk
menyesuaikan dan menyeimbangkan kebutuhan hidup bagi makhluk-makhluk
yang hidup di muka bumi. Suatu keseimbangan juga dijaga dengan baik
antara tekanan darah, kelembaban suhu tubuh dan kulit. Bagaimanapun,
kondisi-kondisi tekanan, suhu, kelembaban, sistem pemberian makan dan
sistem pelengkap lain secara ilmiah ditentukan oleh banyak faktor
seperti sinar matahari, kadar air, lingkungan, ketebalan udara,
komposisi udara, dan lain-lain. Keseimbangan lain juga dapat ditemukan
pada ukuran hati tiap makhluk untuk memberi tekanan penyeimbangan.
Keseimbangan lain ditemukan pada elemen dasar seluruh alam semesta,
yaitu atom. Di dalam atom, muatan positif berada dalam keseimbangan
dengan muatan negatif. Gerakan elektron-elektron itu seimbang dalam
garis edar di sekitar nukleus. Keseimbangan ini ditemukan di dalam atom
pada tiap benda. Sebagaimana keseimbangan ini ditemukan di dalam elemen
dasar tiap makhluk hidup, yaitu sel yang hidup. Di dalam sel, kita
menemukan tekanan dari zat cair di dalam sel itu seimbang dengan tekanan
atmosfer di luar dinding sel, suhu sel itu seimbang dengan suhu udara
di sekitarnya, dan kelembaban sel itu seimbang dengan kelembaban
atmosfer ke di luar dinding sel. Keseimbangan ini dijaga dengan
mekanisme-mekanisme yang berbeda menurut lingkungan yang melingkupi
sel-sel seperti sel yang ada di padang pasir, laut, pegunungan tinggi,
atau dataran rendah. Masing-masing sel mempunyai keunikannya sendiri
dalam mempertahankan keseimbangannya.
Jika kita memperhatikan tumbuhan dan makhluk hidup lain di dalam hutan, sungai-sungai dan laut-laut, Anda akan menemukan masing-masing dari mereka mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan desain yang elegan dan mekanisme-mekanisme yang menandakan Kehebatan Penciptanya dan meyakinankan kita akan keesaan-Nya. Sebagai contoh, ikan-ikan di laut mempunyai darah dingin, sementara ikan-ikan kecil mungkin memerlukan satu ton makanan setiap tahun untuk menyeimbangkan panas agar tidak hilang dari tubuh. Tubuh ikan itu dapat menyeimbangkan tekanan tubuhnya ketika berada perairan yang dalam. Sebagaimana burung-burung menyeimbangkan tekanan tubuh dengan tekanan udara yang rendah saat berada di angkasa yang tinggi. Tekanan-tekanan yang seimbang dengan suhu udara itu ditemukan sebagai bukti-bukti yang ilmiah untuk Hikmah Allah.
Sumber : Eramuslim
2 Comments