Organ-Organ Sisa Evolusi pada Manusia
May 10, 2012
Mekanisme seleksi alam memainkan
peranan penting dalam perkembangan manusia.
Proses yang sangat rumit
tersebut menghasilkan manusia modern seperti saat ini, namun menyisakan
beberapa bentuk anatomis (organ) dan fungsi-fungsi yang, sebenarnya,
tidak berguna pada manusia. '
Berikut merupakan 10 sisa perubahan
pada manusia namun tidak memainkan peranan penting :
10. Usus buntu (appendiks)
Usus buntu merupakan organ yang tidak memiliki fungsi pada manusia namun justru sering menimbulkan masalah berupa peradangan (appendisitis) sehingga harus dibuang secara bedah.
Usus buntu merupakan organ yang tidak memiliki fungsi pada manusia namun justru sering menimbulkan masalah berupa peradangan (appendisitis) sehingga harus dibuang secara bedah.
Walau fungsinya masih terus
diselidiki, banyak ahli sepakat dengan teori Darwin yang menyatakan
bahwa usus buntu berguna dalam pencernaan selulosa (suatu karbohidrat
rantai panjang yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan) pada manusia purba.
Seiring dengan berjalannya evolusi (dan perubahan pola makan manusia),
usus buntu menjadi tidak berguna lagi. Uniknya, beberapa ahli percaya
bahwa seleksi alam memilih untuk mempertahankan usus buntu yang
berukuran besar (dibanding yang ada pada kita saat ini) karena lebih
jarang mengalami peradangan.
Usus buntu akan tetap ada bersama-sama
dengan kita dalam jangka waktu panjang – dan menggantung begitu saja
kendati tidak ada fungsinya.
9. Tulang koksigeal (os.coccys)
Tulang koksigeal sering disebut-sebut sebagai ekor manusia.
Tulang koksigeal sering disebut-sebut sebagai ekor manusia.
Teori menyebutkan
bahwa manusia berekor seiring evolusi mengalami kehilangan ekor, dan
menyisakan tulang koksigeal.
Beberapa fungsi tulang koksigeal yang
diketahui saat ini adalah untuk menunjang beberapa otot bagian belakang
dan menopang pada saat duduk dan memiringkan badan.
Selain itu tulang
koksigeal juga menopang posisi anus.
8. Titik Darwin (plica semilunaris)
Titik Darwin ditemukan pada kebanyakan mamalia termasuk manusia.
Titik Darwin ditemukan pada kebanyakan mamalia termasuk manusia.
Fungsinya
adalah untuk memfokuskan suara pada hewan, namun tidak demikian pada
manusia. Hanya 10,4 % orang yang memiliki titik Darwin ini, dan diduga
ada peran genetik dalam memunculkan titik Darwin.
Titik tersebut (lihat
gambar di atas) merupakan nodul kecil tebal yang berada di antara
pertemuan daun telinga bagian atas dan bawah.
7. Kelopak mata ketiga
Jika kita mengamati seekor kucing mengedip, kita dapat melihat adanya sebuah membran tipis melintang di matanya – yang disebut sebagai kelopak mata ketiga.
Jika kita mengamati seekor kucing mengedip, kita dapat melihat adanya sebuah membran tipis melintang di matanya – yang disebut sebagai kelopak mata ketiga.
Hal ini jarang ditemukan pada mamalia, namun
banyak terdapat pada burung, reptil dan ikan. Manusia juga, secara
bervariasi, memiliki sisa-sisa dari kelopak mata ketiga (lihat gambar
di atas) namun tidak memiliki fungsi.
Hanya ada satu spesies primata
yang memiliki kelopak mata ketiga yang fungsional, yaitu Calabar
angwantibo yang hidup di Afrika Barat.
6. Gigi geraham tambahan (molar 3)
Dahulu manusia purba mengonsumsi tumbuh-tumbuhan dalam jumlah besar dan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhannya dalam sehari. Untuk itu maka terdapat set gigi geraham tambahan (terletak paling belakang) sehingga membuat proses mengunyah menjadi lebih produktif.
Dahulu manusia purba mengonsumsi tumbuh-tumbuhan dalam jumlah besar dan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhannya dalam sehari. Untuk itu maka terdapat set gigi geraham tambahan (terletak paling belakang) sehingga membuat proses mengunyah menjadi lebih produktif.
Namun seiring dengan
evolusi (dan perubahan pola makan manusia) maka rahang manusia menjadi
lebih kecil dan gigi geraham tambahan tersebut menjadi tidak berguna.
Pada populasi tertentu, gigi geraham tambahan ini sudah tidak ditemukan
lagi (meskipun ada juga yang masih memilikinya).
5. Otot plantaris (m.plantaris)
Otot plantaris awalnya digunakan oleh hewan untuk menggenggam dan memanipulasi objek dengan kaki – seperti seekor kera yang menggunakan kakinya untuk mengupas buah dll. Manusia juga memiliki otot ini namun tidak berkembang dengan maksimal, sehingga dokter sering menggunakan otot ini untuk menambal pada proses bedah rekonstruksi.
Otot plantaris awalnya digunakan oleh hewan untuk menggenggam dan memanipulasi objek dengan kaki – seperti seekor kera yang menggunakan kakinya untuk mengupas buah dll. Manusia juga memiliki otot ini namun tidak berkembang dengan maksimal, sehingga dokter sering menggunakan otot ini untuk menambal pada proses bedah rekonstruksi.
Otot ini tidak
begitu penting sehingga 9% manusia dilahirkan tanpa otot ini lagi.
4. Otot telinga (m.auricularis)
Disebut juga sebagai otot telinga luar, otot auricularis sering digunakan oleh hewan untuk memutar dan menggerakkan telinganya (tanpa menggerakkan kepalanya) dengan tujuan memfokuskan terhadap suara tertentu.
Disebut juga sebagai otot telinga luar, otot auricularis sering digunakan oleh hewan untuk memutar dan menggerakkan telinganya (tanpa menggerakkan kepalanya) dengan tujuan memfokuskan terhadap suara tertentu.
Manusia
juga masih memiliki otot ini namun kita tidak pernah menggunakannya
seperti hewan – otot ini begitu lemah sehingga kita hanya mampu membuat
gerakan lemah pada telinga walau dengan susah payah.
Kita bisa melihat
penggunaan otot ini pada kucing, di mana mereka sering kali
membalikkan telinganya untuk fokus terhadap mangsa yang diincarnya.
3. DNA “sampah” (L-gulonolactone oxidase) junk DNA
DNA ini merupakan DNA yang tidak bisa digunakan untuk metabolisme/produksi. Pada awalnya manusia memiliki DNA ini untuk menghasilkan enzim yang memproses vitamin C (disebut: L-gulonolactone oxidase).
DNA ini merupakan DNA yang tidak bisa digunakan untuk metabolisme/produksi. Pada awalnya manusia memiliki DNA ini untuk menghasilkan enzim yang memproses vitamin C (disebut: L-gulonolactone oxidase).
Kebanyakan hewan lain juga memiliki DNA ini, namun – sama
seperti manusia – DNA ini menjadi nonfungsional sehingga menjadi DNA
“sampah”.
Yang menarik, adanya DNA ini menjadi petunjuk adanya
kekerabatan spesies di muka bumi ini.
2. Organ Jacobson (vomeronasal)
Organ ini terletak di hidung dan berfungsi dalam mendeteksi feromon (zat kimia yang merangsang panggilan seksual, sebagai peringatan bahaya, atau sebagai penunjuk adanya makanan).
Organ ini terletak di hidung dan berfungsi dalam mendeteksi feromon (zat kimia yang merangsang panggilan seksual, sebagai peringatan bahaya, atau sebagai penunjuk adanya makanan).
Organ ini masih terdapat pada
hewan (seperti semut) dan digunakan untuk berbagai hal, misalnya untuk
mencari pasangan atau mengumpulkan makanan. Manusia juga pada awalnya
memiliki organ Jacobson, namun seiring berjalannya waktu organ ini
menjadi nonfungsional sehingga manusia tidak dapat menemukan pasangan
hanya dengan mengandalkan organ ini.
1. Bulu kuduk (cutis anserina)
Manusia akan merinding dan berdiri bulu kuduknya ketika sedang kedinginan, ketakutan, marah atau terpesona.
Manusia akan merinding dan berdiri bulu kuduknya ketika sedang kedinginan, ketakutan, marah atau terpesona.
Hewan juga memiliki bulu kuduk untuk
hal yang sama, misalnya seekor kucing atau anjing yang menegakkan bulu
kuduknya apabila sedang berhadapan dengan musuh. Dalam cuaca dingin,
bulu kuduk yang berdiri akan memerangkap udara di antara kulit sehingga
memberi sensasi kehangatan.
Jika sedang ketakutan, bulu kuduk yang
berdiri akan membuat hewan terlihat lebih besar sehingga menakuti
musuhnya.
Manusia tidak lagi memiliki fungsi bulu kuduk seperti dahulu –
apalagi setelah penemuan pakaian, berkurangnya kompetisi secara fisik
dll.
Proses seleksi alam secara perlahan menghilangkan bulu kuduk,
namun masih menyisakan sedikit seperti yang dapat kita rasakan jika
sedang ketakutan.
0 Comments