SENYAWA KIMIA CINTA
May 10, 2012
Secara ilmiah, perasaan cinta dan kasih sayang yang timbul antara dua orang yang berlainan jenis tidak terlepas dari peranan senyawa-senyawa kimia yang
membentuk rasa cinta diantara keduanya.
Salah satu senyawanya adalah
senyawa feromon.
Senyawa Feromon
Istilah feromon (pheromone) berasal dari bahasa Yunani yaitu phero yang
artinya pembawa dan mone sensasi.
Senyawa feromon sendiri
didefinisikan sebagai suatu subtansi kimia yang berasal dari kelenjar
endokrin dan digunakan oleh mahluk hidup untuk mengenali sesama jenis,
individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi.
Senyawa feromon pada manusia terutama dihasilkan oleh kalenjar endokrin
pada ketiak, wajah (pada telinga, hidung, dan mulut), kulit, dan
kemaluan dan akan aktif apabila yang bersangkutan telah cukup umur
(baligh).
Sifat dari senyawa feromon sendiri adalah tidak dapat dilihat
oleh mata, volatil (mudah menguap), tidak dapat diukur, tetapi ada dan
dapat dirasakan oleh manusia.
Senyawa feromon ini biasa dikeluarkan oleh
tubuh saat sedang berkeringat dan dapat tertahan dalam pakaian yang
kita gunakan.
Menurut para peneliti dan psikolog, senyawa feromon dapat
mempengaruhi hormon-hormon dalam tubuh terutama otak kecil manusia dan
diklaim mempunyai andil dalam menimbulkan rasa ketertarikan manusia pada
manusia yang lain, baik itu perasaan cinta, suka, gairah seksual,
siklus haid, atau bahkan saat memilih mana orang yang dapat dijadikan
teman yang cocok.
Cara Kerja Feromon
Senyawa feromon dapat menimbulkan rasa ketertarikan antara dua orang
berlainan jenis dengan bekerja layaknya inisiator/pemicu dalam
reaksi-reaksi kimia. Prosesnya adalah ketika dua orang berdekatan dan
bertatapan mata, maka feromon yang kasat mata dan volatil, akan tercium
oleh organ tubuh manusia yang paling sensitif yaitu vomeronasalorgan
(VNO) yaitu organ dalam lubang hidung yang mempunyai kepekaan ribuan
kali lebih besar daripada indera penciuman. Organ VNO ini terhubung
dengan hipotalamus pada bagian tengah otak melalui jaringan-jaringan
syaraf.
Setiap feromon berhembus dari tubuh, maka senyawa ini akan tercium oleh
VNO dan selanjutnya sinyal ini akan diteruskan ke hipotalamus (yang
mengatur emosi manusia) agar memberikan respon/tanggapan. Tanpa perlu
menunggu lama hanya setiap sepersepuluh ribu detik, maka akan ada respon
dari otak melalui perubahan psikologis tubuh manusia baik itu perubahan
pada detak jantung (berdetak lebih kencang), pernafasan (beraturan atau
tidak), temperatur tubuh (panas dingin), nafsu, peningkatan pada
kalenjar hormon baik itu kalenjar keringat, dan kerja dari produksi
hormon testoteron (pada laki-laki) atau hormon esterogen (pada wanita).
Faktor Senyawa Kimia Lain
Pada dasarnya proses pemberian respon dari hipotalamus untuk melakukan
perubahan psikologis emosi saat berdekatan dengan orang yang dikasihi
tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Disini setelah senyawa feromon
bertindak sebagai inisiator, maka selanjutnya hipotalamus akan
merangsang pembentukan senyawa kimia lain yaitu senyawa phenyletilamine
(PEA), dopamine, nenopinephrine, senyawa endropin, dan senyawa
oksitosin. Senyawa-senyawa inipun akan bertindak sesuai fungsinya
masing-masing. Senyawa PEA, dopamine, dan nenopinephrine memberikan
respon tersipu-sipu atau malu ketika berpandangan dengan orang yang
dicintai. Senyawa Endropin akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan
tentram. Sedangkan senyawa oksitosin berperan dalam membuat rasa cinta
itu rukun dan mesra diantara keduanya.
Selanjutnya efek dari senyawa feromon dan senyawa-senyawa kimia lain
terhadap tubuh manusia dapatlah disamakan dengan efek narkoba.
Senyawa-senyawa ini akan membuat seseorang kecanduan sehingga ingin
melihat pasangannya atau orang idamannya sesering mungkin. Perasaan
jatuh cinta ini selang beberapa waktu akan menghilang sedikit demi
sedikit. Hal ini disebabkan produksi senyawa tersebut tidak berlangsung
terus menerus, kemampuan tubuh menghasilkan senyawa itu mulai berkurang
setelah dua sampai empat tahun.
Akibatnya, rasa tertarik pada seseorang
pun mulai meluntur, terutama ketika tubuh tidak lagi memenuhi kebutuhan
PEA. Pada saat rasa ketertarikan itu kian meluntur, maka otak akan tetap
berusaha untuk memproduksi senyawa oksitosin selama kedua pasangan
berusaha untuk saling menyayangi dan setia.
0 Comments